Selasa, 27 April 2010

Kasus Down Syndrom(3)

Assalamu'alaikum Saya orang tua dari anak yang mengalami Down Syndrome. yang ingin saya tanyakan, apakah ada metode penyembuhan atau penangan secara medis atau non medis untuk menangani anak down syndrome? Saya pernah membaca tentang pengobatan Nur Syifa yang katanya bisa menyembuhkan anak down syndrome, yang ingin saya tanyakan, apakah metode pengobatan tersebut masih sesuai dengan nailai2 aqidah dan tuntunan rasulullah? terima kasih banyak atas jawabannya nya, Wassalamu'alaikum Said Fadhil ----------------------------------------------------------------- Jawaban : Wa’alaikum Salam,Wr.Wb. Bapak Said yang terhormat, semoga Anda dan Keluarga selalu dalam Lindungan, Keberkahan dan Rahmat Alloh SWT. Sebelumnya mohon maaf, perkenankan saya menjelaskan sedikit mengenai kelainan ini. Down Syndrome adalah kelainan kromosom yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali syndrome ini dengan istilah Down Syndrome dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama. Down syndrome merupakan kelainan kromosom yakni terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21), Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Gejala atau tanda-tanda yang muncul akibat Down syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistem organ yang lain. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esophagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan Down syndrome atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki resiko melahirkan anak dengan Down syndrome lebih tinggi. Defenisi Down Syndrome Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.. Gejala atau tanda-tanda yang muncul akibat Down syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang menderita Down Syndrome adalah adanya keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak (Olds, London, & Ladewing, 1996). Penderita sangat sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).Kelainan kromosom ini juga bisa menyebakan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan cepat. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan Down syndrome atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki resiko melahirkan anak dengan Down syndrome lebih tinggi. Down Syndrome gak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya? masih tidak diketahui pasti. Yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu. Pemeriksaan diagnostik Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain: • pemeriksaan fisik penderita, • pemeriksaan kromosom • ultrasonograpgy • ECG • echocardiogram • pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling) Penatalaksanaan Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini.Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya Leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat. Pada pengobatan yang dapat anda jalankan dan Insya’Alloh dapat memperbaiki kualitas hidup si penderita menjadi lebih baik, yaitu anda dapat mencoba paket pengobatan yang terdapat di "Klinik Sehat" yaitu pertama dengan metode Rukyah Syar’iyyah untuk mencegah terjadinya gangguan mendasar pada otak dan pembuluh darah akibat beberapa gangguan non-organik seperti gangguan akibat Jin dan lainnya, ini sangat berefek pada penenang Jiwa dan pikiran si penderita secara signifikan. Kedua dengan cara Bekam, ini merupakan metode penyembuhan yang selalu dijalankan Rasulloh SAW yaitu dengan membuang beberapa zat hasil metabolisme berupa racun tubuh dan ini dapat berfungsi sebagai sumber detoksifikasi utama tubuh, juga dengan berbekam dapat membantu fungsi berbagai organ tubuh untuk bekerja menjadi lebih sempurna. Ketiga dengan bantuan Pijat Saraf dan Akupressure yang berguna memperbaiki sistem peredaran darah, fungsi otot dan persarafan pada tubuh si penderita. Keempat dapat dilakukan terapi Akupunkture yang berfungsi memperbaiki fungsi kelistrikan tubuh dan mengaktifkan beberapa sistem organ yang penting, dan menon-aktifkan beberapa organ yang mengalami gangguan. Kelima dengan terapi obat-obatan seperti Bio Smart Plus, Habbat Extract, Immunocaps/Immunoquid, dan Gen-C. Kemudian obat lain dapat digunakan sesuai keluhan tambahan si penderita. Dan terapi yang tidak kalah penting yaitu mengguankan metode Spieth (Spiritual Emotional Therapy) yang berguna untuk mengembalikan fungsi lahiriah tubuh terhadap sang pencipta yaitu Alloh SWT, dengan metode mengikhlaskan dan pasrah sepenuhnya atas kehendak Alloh SWT. Selamat mencoba sebagai Ikhtiar kita dimata Alloh SWT, semoga bermanfaat untuk kita semua. Amien Ya Robbal’alamien ! Wassalamu’alaikum. Wr.Wb. Sumber: http://kliniksehat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=281&Itemid=183

Kasus Autistic Disorder

Pada kesempatan ini saya juga ingin berbagi pengalaman, yang mudah-mudahan bermanfaat. Anak saya yang pertama (Lahir 1993) didiagnosa sebagai penyandang Asperger Syndrome (AS). Saya sebut "penyandang" karena setuju atas usul Ibu Dyah Puspita untuk tidak menyebutnya sebagai "penderita", walaupun saya kurang setuju dengan pernyataan bahwa si anak tidak menderita tetapi hanya orang tuanya. Khusus untuk anak penyandang AS, pada saat masih kecil mungkin tidak menderita, akan tetapi saat mereka telah beranjak dewasa, dan mulai mengerti, bisa jadi yang paling merasakan "penderitaan" adalah si anak itu sendiri. Misalnya, pada saat dia melihat begitu mudahnya temannya bercanda, bergaul, berinter-aksi dengan sesama teman, sedang untuk mereka sangat sulit. Belum lagi kalau harus menghadapi kasus bullying. Anak AS biasanya, karena IQ nya cukup tinggi, dapat bersekolah di sekolah reguler. Kembali kepada pengalaman saya, sebenarnya jauh sebelum didiagnosa oleh dokter, dari buku-buku & info via internet, saya dan suami sudah mengetahui bahwa anak kami hampir dapat dipastikan sebagai penyandang Asperger Syndrome. Saat itu, keluarga besar kami bahkan tidak menyadarinya kalau anak kami penyandang AS. Mungkin karena memang belum banyak orang yang mengerti tentang Autisme apalagi Asperger. Anak saya juga sepintas terlihat normal, tidak pernah menggangu teman, tidak hiperaktif dan bisa mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik. Sampai usia kurang lebih 18 bulan, pertumbuhan anak kami normal-normal saja. Dia begitu cepat bicara, berjalan, mau dipeluk, menjawab bila ditanya. Umur 1 tahun sudah mengenal huruf dari A-Z, mengenal angka 1-20, cerdas dan kuat sekali ingatannya. Hanya kelihatan terlalu penakut dan agak clumsy, takut air, susah tidur di malam hari. Saat itu kami belum tahu kalau hal-hal tersebut ada hubungannya dengan masalah sensori. Ketika usia kurang lebih 3 tahun, saat masuk sekolah (pre-school) baru diketahui bahwa dia tidak bisa berinter-aksi (bersosialisasi) dengan temannya. Gurunya melaporkan juga bahwa dia tidak pernah bermain, lebih asyik sendirian, tidak bisa melakukan permainan layaknya anak-anak, lebih tertarik pada objek-objek tertentu seperti serangga, binatang & hal-hal yang berbau science (luar angkasa), saat guru menerangkan tidak pernah melihat guru, walaupun sama sekali tidak mengganggu temannya. Akan tetapi gurunya bilang bahwa dia sangat cerdas, walau sepertinya tidak mendengarkan tetapi kalau ditanya, dapat menjawab dengan cepat dan benar. Bingung.... apalagi ketika sering kumpul dengan teman & keluarga lain yang juga bawa anak sebaya, jelas sekali bedanya. Kalau anak lain bercanda, berlari gesit, main slide, swing dengan lincahnya. Anak saya diam dan cuek. Dari bingung meningkat ke was-was.... akhirnya ....berburu informasi. Jaman sekarang info sudah tersebar di mana-mana, tapi tidak saat itu (tahun 1990-an). Pernah kami berpikir, mungkin anak kami termasuk "Difficult Child", karena dia tidak bisa menerima sesuatu yang tidak disukai, kadang cepat menjadi marah oleh hal-hal sepele. Tapi ternyata tidak tepat juga. Sambil tetap mencari info, kami mulai merespon "kelainan" anak kami dengan intervensi dan stimulasi. Melihat anak kami begitu tertarik pada hal-hal benda, binatang (nature), bahasa asing, pelajaran eksak, maka kami pun mensupply segala buku dan mainan yang menunjang agar ketertarikannya berkembang menjadi sesuatu yang berguna. Anak kami juga sangat disiplin dan memegang prinsip kebenaran (cenderung sangat kaku) misalnya saat supir tetap menjalankan mobil padahal lampu merah menyalah, dia akan sangat marah. Rutinitas sehari-harinya juga sulit diubah. Anak kami juga tidak dapat berkomunikasi/ berinter-aksi dengan teman sebaya (karena objek ketertarikan mereka sangat berbeda). Melihat itu semua, kami sampai pada kesimpulan bahwa anak kami penyandang Asperger Syndrome. Mulai sejak itu kami berusaha memberikan terapi sendiri sambil berdoa. Kami memberikan direct teaching tentang banyak hal, tidak jemu-jemu memberikan nasihat/ajaran tentang hal-hal yang berlaku umum, termasuk etika misalnya apabila teman menyapa, harus menyahut, apabila teman bercanda, harus merespon dan jangan marah karena teman tsb tidak bermaksud jahat (semacam etika pergaulan). Semua anggota keluarga terutama adik-adiknya sangat membantu dalam proses belajar berinter-aksi tersebut, terutama mengajarkan berbagai macam permainan yang umum dilakukan anak sebaya dia. Walaupun belum ke dokter manapun, tapi berdasarkan info yang kami dapat, kami mulai berusaha memberikan makanan yang tidak terlalu banyak mengandung gluten dan casein. Sangat sulit memang. Susu saya ganti dengan yang tidak mengandung gluten & lactosa. Beruntung anak kami termasuk anak yang gampang makan, karena dia tahu bahwa apabila tidak makan, tubuh akan lemah dan bakteri/virus akan menjadi kuat. Dalam berbagai kesempatan, kami coba menjelaskan pada anak kami bahwa dia berbeda dengan anak lain dan ternyata hal itu juga disadari olehnya (amazing yah....) dan kami orang tuanya sedang berusaha untuk membuat perbedaan itu semakin tidak nyata. Pada saat kami menyadari anak kami penyandang AS, sebenarnya kami sudah berusaha mencari dokter ahli yang biasa menangani Asperger, sayang kami tidak berhasil, karena memang belum banyak dokter/psikiater yang mendalami autisme & asperger. Suatu hari saya berkonsultasi dengan Dr. Hardiono (spesialis anak, sekaligus biasa menangani anak penyandang autis) yang menyarankan saya pergi ke Dr. Dewi di Bandung (Dokter spesialis Anak, yang juga mendalami bidang Autisme/Asperger). Dr. Dewi lebih menekankan sistem terapi sensori integrasi (pelatihan fisik) untuk mengaktifkan otak yang rusak. Setelah konsultasi, beliau menganjurkan lebih banyak aktifitas di luar (mendaki gunung, berenang). Terapi sensori integrasi hanya sempat kami lakukan 2 kali karena jarak Jakarta-Bandung yang cukup jauh. Setelah itu kami lebih menerapkan kegiatan out-door dan mencoba pengobatan alternatif (pijat badan dan kepala) di Bogor yang kelihatannya cukup efektif. Saat anak saya berumur 9 thn (kelas III SD), kondisinya sudah lebih baik. Anak saya mulai bisa bercanda dengan adik-adiknya, bahkan dengan beberapa temannya (terutama anak yang baik, tidak suka iseng & mengejek), sudah bisa memberikan perhatian pada orang-tuanya misalnya meminta saya beristirahat kalau kelihatan lelah. Dengan pengalaman tsb, saya hanya berusaha mengatakan bahwa yang paling bisa menolong dan membuat anak penyandang ASD menjadi lebih baik adalah orang tuanya sendiri. Seandainya benar, apa yang dikatakan oleh para ahli bahwa penyandang autis, sampai saat ini belum dapat disembuhkan, minimal kami (dan juga pasti para orang tua lain) berharap bahwa mereka dapat menjadi orang yang berguna dan mandiri. Demikian perkenalan saya. Sumber: http://puterakembara.org/milis/archives5/00000009.shtml

kasus Mental Retardation

Apa itu ketidakmampuan intelektual ? Ketidakmamuan intelektual, dikenal juga sebagai retardasi/keterbelakangan mental, adalah sebuah istilah yang digunakan saat seseorang memiliki keterbatasan kemampuan untuk belajar pada tingkat dan fungsi yang diharapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tingkatan ketidakmampuan intelektual sangat bervariasi pada anak – dari masalah yang sangat ringan sampai yang sangat parah. Anak-anak dengan ketidakmampuan intelektual memiliki kesulitan untuk menyampaikan keinginan dan kebutuhan mereka kepada orang lain, dan untuk merawat diri sendiri. Ketidakmampuan intelektual menyebabkan seorang anak belajar dan berkembang lebih lambat dibanding anak lain pada usia yang sama. Dibutuhkan waktu yang lebih lama bagi anak yang memiliki ketidakmampuan intelektual untuk belajar berbicara, berjalan, berpakaian, atau makan sendiri tanpa bantuan, dan mereka bisa mengalami kesulitan belajar di sekolah. Ketidakmampuan intelektual dapat disebabkan oleh masalah yang dimulai sebelum anak menginjak umur 18 tahun – bahkan sebelum lahir. Hal ini dapat disebabkan oleh cedera, penyakit, atau masalah pada otak. Bagi banyak anak, penyebab ketidakmampuan intelektual mereka tidak diketahui. Beberapa penyebab paling umum dari ketidakmampuan intelektual – seperti sindroma Down (Down Syndrome), sindroma alkohol pada janin (Fetal Alcohol Syndrome, FAS), sindroma kerapuhan gen X (Fragile X Syndrome, FXS), kondisi genetik, cacat lahir, dan infeksi – terjadi sebelum kelahiran. Penyebab lainnya terjadi saat bayi dilahirkan atau sesaat setelah lahir. Penyebab lain dari ketidakmampuan intelektual tidak terjadi sampai seorang anak menjadi lebih tua; termasuk cedera kepala serius, stroke, atau infeksi tertentu. Apa saja tanda-tanda ketidakmampuan intelektual ? Biasanya, semakin parah tingkat ketidakmampuan intelektual, semakin awal pula timbulnya tanda-tanda yang dapat teramati. Namun, bagi anak-anak usia dini ini, masih sulit untuk mengatakan bagaimana dampaknya dikemudian hari. Ada banyak tanda-tanda ketidakmampuan intelektual. Misalnya, anak-anak dengan ketidakmampuan intelektual : - dapat duduk, merangkak atau berjalan lebih lambat dari anak-anak lain - keterlambatan bicara, atau memiliki kesulitan bicara - sulit untuk mengingat - mengalami kesulitan memahami aturan-aturan sosial - memiliki kesulitan untuk melihat hasil dari tindakan mereka - mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah Apa yang dapat saya lakukan apabila saya merasa anak saya memiliki ketidakmampuan intelektual ? Bicaralah dengan dokter atau perawat anak Anda. Jika Anda atau dokter Anda berpikir bahwa ada masalah dengan anak Anda, Anda dapat membawanya ke dokter spesialis tumbuh kembang. Untuk membantu anak Anda mencapai potensi optimalnya, sangat penting untuk mendapatkan bantuan sedini mungkin. (DWR) Sumber: http://milissehat.web.id/?p=788

Kasus Learning Disorder

Si Upik sudah duduk di kelas 3 SD, tetapi kenapa, ya, dibandingkan teman-teman sekelasnya, dia belum lancar membaca? Bahkan untuk membedakan antara huruf B dan D saja tidak bisa. Ya. Keluhan yang dialami Upik bukan tidak mungkin terjadi pada anak Anda. Jika demikian, bukan tidak mungkin Si Upik mengalami kesulitan belajar atau Learning Disorders (LD). DISKALKULIA Yakni ganguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Ciri-cirinya: - Kesulitan dalam berhitung. Misalnya, sulit menghitung uang kembalian. Anak pun kadang menjadi takut memegang uang atau menghindari transaksi. - Sulit melakukan proses matematis, seperti menjumlah, mengurang, dan membagi. - Tidak mengerti dan tidak bisa membedakan simbol-simbol dalam pelajaran matematika. Misalnya tidak dapat membedakan antara tanda - (minus) dengan +(plus), tanda + (plus) dengan x (kali), dan lain-lain. - Sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan. - Bingung mengasosiasikan simbol dengan operasi matematika yang akan dijalankan. Semisal, tidak bisa membedakan apakah tanda + (plus) untuk penjumlahan atau pengurangan. BELAJAR DARI TOM CRUISE Tahukah Anda, anak yang mengalami LD bukan berarti nantinya tidak bisa menorehkan prestasi. Albert Einstein, John F. Kennedy, Mozart, John Lennon, Cher, Salma Hayek, Keira Knightley, dan Tom Cruise adalah beberapa publik figur yang mengalami disleksia. Misalnya Tom Cruise. Aktor Hollywood ini mungkin lemah membaca tetapi pemahaman aktingnya bagus dan terbukti bisa menjadi aktor hebat. Berikut saran Nina bagi orangtua yang anaknya mengalami salah satu gangguan LD. - Bawa ke psikolog. Psikolog-lah yang bisa menentukan, si anak menderita LD atau tidak. Karena bisa jadi metode belajarnyalah yang jadi penyebab. Semisal, anak selalu dimarahi saat belajar sehingga dia jadi malas belajar membaca dan menulis. - Belajar yang menyenangkan. Melalui cara belajar yang menyenangkan, sedikit-sedikit dia akan bisa. Turunkan juga target belajarnya agar anak tak terlalu stres. - Beri dorongan. Jangan sampai si anak merasa rendah diri. Artinya, jangan sampai ketidakmampuannya dalam membaca atau menulis diumbar ke orang lain. Beri dorongan supaya dia bisa dan mau belajar. - Terapi bersama. Terapi bisa dilakukan dan lebih bagus jika bersama orang tua anak. Jika hanya dilakukan oleh terapis, tidak ada kedekatan antara orangtua-anak dan orangtua juga tidak terlalu tahu perkembangan anak. - Tak perlu kelas khusus. Penderita LD tidak harus masuk kelas khusus karena kemampuan mereka relatif sama dengan anak-anak lain. Kalau memungkinkan, mereka tetap berada satu kelas dengan teman-teman mereka tetapi pendekatannya lebih spesial. Semisal, jika kesulitan membaca sebaiknya dibacakan secara lisan atau ada teman yang membantu. Jika ditempatkan di sekolah khusus, kemampuan-kemampuan lainnya malah jadi tidak berkembang. - Kemampuan lain. Dorong dan kembangkan kemampuan anak yang menonjol di bidang lain. Jangan sampai gara-gara tidak bisa baca masa depan anak jadi hancur total. PERLUNYA DETEKSI DINI Orangtua perlu melakukan deteksi dini LD. Tanda-tanda kesulitan belajar sangat bervariasi dan tergantung pada usia anak. Berikut beberapa tanda-tandanya: - Daya ingat (relatif) kurang baik - Sulit dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang membutuhkan kemampuan daya ingat - Sangat aktif dan tidak mampu menyelesaikan satu tugas atau kegiatan tertentu dengan tuntas - Impulsif (bertindak sebelum berpikir) - Sulit konsentrasi atau pehatiannya mudah teralih - Sering melakukan pelanggaran baik di sekolah atau di rumah - Problem emosional seperti mengasingkan diri, pemurung, mudah tersinggung atau acuh terhadap lingkungannya - Menolak bersekolah - Mengalami kesulitan dalam mengikuti petunjuk atau rutinitas tertentu - Ketidakstabilan dalam menggenggam pensil/pen - Kesulitan dalam mempelajari pengertian tentang hari dan waktu Dok.Nova Sumber: http://default.tabloidnova.com/article.php?name=/ketika-si-upik-tak-juga-bisa-membaca-2&channel=keluarga%2Fanak

Kasus Anak yang Memiliki Keterbatasan Intelektual

BEGITU mendengar keterangan soal anaknya Chahyo Estiadi Budi Syahputro dari tetangga yang mengunjunginya, napas Ibu Esti seakan tertahan. Radang usus yang sudah tak dipikirkannya lagi membuatnya mengerang perih. Tak terasa sudah hampir 2 bulan ia terbaring di rumah sakit. Namun ia tidak bisa berbuat banyak untuk anaknya. "Chahyo hampir setiap hari jatuh dari tempat tidur sejak ibu dirawat," kata tetangga itu sebagaimana dikenang Esti. Esti, ibu Chahyo, dirawat selama 2 bulan di rumah sakit karena radang usus. Sepanjang waktu itu, Chahyo yang dijaga oleh pengasuh hampir setiap hari jatuh dari tempat tidur. Umur Chahyo, yang lahir di Jakarta 17 November 1987, saat itu berumur 1,5 tahun. Koma 3 Hari "Saya tidak melihat ada perubahan dalam diri Chahyo sejak dari terakhir ia jatuh. Namun 6 bulan kemudian mulai kelihatan sebenarnya apa yang terjadi pada anak saya," tutur Esti yang tinggal di Kecamatan Keramat Jati ini. Esti mengenang, pada 23 Desember, saat mentari beranjak mendekati titik puncak, tiba-tiba Chahyo kejang-kejang di dalam bus. Saat itu mereka dalam perjalanan ke Gelael untuk belanja setelah Esti mendapatkan voucher. Seketika itu juga anak malang tersebut di antar ke Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia, Jakarta Timur. Chahyo langsung koma selama 3 hari. Selama perawatan 2 bulan Chahyo sempat diambil cairan sumsum tulang belakangnya untuk diperiksa. Menurut dokter, Chahyo mengalami radang otak yang diakibatkan benturan kepala Chahyo ke lantai, saat jatuh dari tempat tidur. Dan itu terjadi hampir setiap hari selama 2 bulan. Lepas dari masa kritis, perkembangan Chahyo mulai terlihat berbeda dengan anak-anak seusianya. Chahyo mengalami kelumpuhan sementara, sehingga baru pada umur 2,5 tahun ia bisa berjalan. Sebelumnya, ia selalu menyeret kakinya jika berjalan. Selain itu, Chahyo juga cadel ketika berbicara dan sulit menangkap jika diajak berkomunikasi. Sekalipun demikian Chahyo yang dikenal periang dan ramah ini tetap menapaki jalur akademis. 2 tahun dihabiskannya di TK Respatih Keramat Jati. Lalu ia melanjutkan ke SD 010 di Batu Ampar, tetapi hanya sampai kelas 2 SD. Maklumlah Intelligence Quotient-nya (IQ) hanya 70. "Anak saya tidak bisa mengikuti pelajaran. Oleh karena itu saya pindahkan dia ke SLB (Sekolah Luar Biasa) Budi Daya Cijantung," kata Esti. Menurut psikolog, IQ di bawah 70 membuat seseorang lamban dalam berpikir dan belajar serta mengalami kesulitan dalam berbicara. Kepada mereka ini tidak lagi dikatakan mental retardation (cacat mental) karena dinilai akan semakin merendahkannya, tetapi mereka memiliki keterbatasan intelektual atau intellectual disabilities. Raih Emas Di SLB, Chahyo seakan menemukan habitatnya yang kondusif. Di antara teman-teman SLB, Chahyo menjadi idola terutama di kalangan kaum hawa. "Iya benar…saya menjadi idola dan banyak ceweknya," kata Chahyo membenarkan sambil tersipu malu. "Sampai-sampai ada beberapa cewek yang mengidolakan Chahyo mentransfer pulsa untuknya," kata Esti bangga. Kharisma yang terpancar dari Chahyo itu semakin nyata ketika dia menunjukkan kemampuannya dalam bidang olah raga, khususnya tenis meja. Catatan prestasi Chahyo dalam bidang ini terus terukir, di antaranya juara I tenis meja perseorangan pada Pekan Olah Raga Tunagrahita Nasional tahun 2006 dan juara III dalam Pekan Olah Raga Tunagrahita Daerah DKI setahun kemudian. Chahyo yang mulai direkrut Special Olympics Indonesia (SOIna) sejak kelas 5 SD dinyatakan lulus seleksi oleh untuk mengikuti lomba snowshoeing (lari di atas salju) dalam rangka olimpiade musim dingin tunagrahita internasional 2009 di Idaho Amerika Serikat yang berlangsung pada 7-13 Februari 2009. Olimpiade yang mempertandingkan 7 cabang ini diikuti kira-kira 2.500 atlet tunagrahita dari lebih 100 negara. SOIna sendiri mengirimkan 3 altet yang satu di antaranya adalah Chahyo. Pada pertandingan tersebut Chahyo mendapatkan emas untuk nomor 100 m dan perunggu nomor 200 m. Sedangkan 2 atlet yang lain: Abdul Hadi (24) yang mendapat emas pada nomor 400 m dan Johannes Nugorho Kurniawan (36) yang mendapat perunggu untuk nomor 50 m dan ribbon untuk nomor 25 m. Punya Pacar Dalam kehidupan sehari-hari, penyandang tunagrahita kerap dipandang sebelah mata. Dari fisik saja mungkin tidak banyak yang tertarik, apalagi mau mengenal lebih jauh. Selain itu, dari penyandang tunagrahita sendiri mungkin masih dikungkung oleh harga diri rendah. "Ini tidak terjadi pada Chahyo. Dia itu orangnya mau maju dan mau berguna bagi banyak orang sekalipun memiliki keterbatasan," tutur Esti. Setelah lulus dari SMA di SLB Budi Daya, Chahyo kursus otomotif selama 3 bulan. Setelah itu, Chahyo bekerja selama sebulan sebagai waitress di Taman Hek Restoran Kramat Jati. Bulan berikutnya, ia bekerja di pabrik tissue Condet sebagai pengepak selama sebulan. Yang menarik, Chahyo saat ini tercatat sebagai mahasiswa Universitas Indonesia Fakultas Politeknik jurusan Mesin semester 1. "Sejuah ini saya, alhamdullilah, dapat mengikuti kuliah. Saya mulai tertarik dengan mesin setelah melihat kakak saya Fidi yang membuka bengkel motor di rumah," kata Chahyo. Chahyo bisa meraih pencapaian sejauh ini berkat dukungan dari penuh keluarganya: kedua orangtua dan 4 saudaranya. "Dia sangat istimewa dalam keluarga. Kami lindungi dan terus memberi semangat padanya," kata Esti. "Kami, saudara-saudaranya, sering bercanda dengan dia. Kami pun siap membantu dan mendengar segala ungkapan hatinya, entah itu soal aktivitasnya, pengaduannya ketika diomongin orang lain di belakang sampai soal ketertarikannya pada cewek," tutur Fidi. Chahyo yang mengaku telah punya pacar kelas 2 SMA di sekolah biasa ini bertekat untuk terus berlatih dan berlatih. Harapannya prestasi demi prestasi dapat terus diukirnya pada waktu-waktu mendatang. "Selain itu, saya sebenarnya bercita-cita mau menjadi polisi," harap Chahyo. Ada banyak orang yang memiliki keterbatasan, tetapi ternyata hanya sedikit saja yang secara positif mengasah dan mengembangkan potensi yang ada dalam keterbatasannya itu. Chahyo adalah salah satu dari sedikit orang tersebut. Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2009/02/18/22095874/penyandang.tuna.grahita.itu.raih.emas.di.amerika

Sabtu, 24 April 2010

Kasus Down Syndrom(2)

Senin, 27 Juli 2009 | 07:01 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Tak pernah terbayang oleh Goieha (55), bahwa anaknya Reviera Novitasari (15) yang menderita down syndrome mendapat medali perunggu renang 100 meter gaya dada pada kejuaraan renang internasional di Canberra Australia, 11-13 April 2008. "Saya tahu dia menderita down syndrome tak lama setelah bersalin. Waktu itu perasaan saya tidak karuan," aku Goieha pada Kompas.com. Goieha ingat, sejak dilahirkan wajah anak keempatnya itu mempunyai paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol. Untuk memastikan keadaan Reviera, dokter di R.S Manuela Jakarta menyarankan untuk memeriksakan darahnya di saat umurnya sudah enam bulan. "Saya sangat kaget dan sedih. Dokter memberikan gambaran terburuk, kalau anak down syndrome tidak bisa mandiri. Jangankan megang pensil, nyisir aja tidak bisa," ungkap isteri Tan Bun Hok (55) mengenang. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, kromosom Reviera berjumlah 47. Bayi normal dilahirkan dengan jumlah kromosom sebanyak 46 kromosom (23 pasang) yaitu hanya sepasang kromosom 21 (2 kromosom 21). Menurut penelitian para ahli, 95 persen penderita down syndrome memang disebabkan kelebihan kromosom 21. Menurut Goieha, ia baru mulai bisa menerima Reviera, di saat anaknya yang kelahiran 30 Oktrober 1993 berumur tiga tahun. Saat itu, ia mulai menyekolahkannya di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dian Grahita Kemayoran Jakarta. "Beruntung saya bertemu dengan orangtua yang senasib. Saya semakin menerima keadaannya ketika bergabung di ISDI (Ikatan Sindroma Down Indonesia)," tutur Goieha, yang anak ketiganya telah meninggal. Situasi baru dalam batin Goieha ini tampaknya memengaruhi pola relasinya dengan Reviera. Anak yang saat ini sudah menginjak kelas 2 SMP ini mampu mementahkan ramalan dokter. "Di luar dugaan Reviera bisa menulis dan membaca. Berhitung juga sudah bisa. Kemampuan renangnya pun menonjol dibanding anak cacat lain," papar Goieha. Sadar akan bakat anak keempatnya itu, ia memfasilitasi Reviera dengan latihan renang seminggu dua kali di Club SOINA (Special Olympic Indonesia) Sunter Jakarta. "Sebelum mengikuti lomba di Australia, Reviera rutin ikut lomba Porcada tingkat DKI dari tahun 2005-2007. Banyak penghargaan yang telah ia terima," ucap Goieha. Di tengah perbincangan, Reviera meminta minum. Tak lama kemudian, ada seseorang memberikan ia sebotol air mineral. "Thank You," kata Reviera dengan cukup jelas. Kontan kejadian itu membuat kaget beberapa orang yang ada di sekitar kami. Dengan cepat ia menghabiskan minumnya, tanpa kehilangan senyumnya. "Mam...lapar," lanjut Reviera, kali ini ucapannya agak sulit ditangkap. Senyum yang ditampakkannya itu seolah ingin memberitahu kepada khalayak bahwa ia bahagia. Karena, ia baru saja mendapat penghargaan Kategori Anak Penyandang Cacat Berprestasi Internasional dari Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta Swasono. "Bahagia...bahagia," paparnya dengan senyum lebar. Kehadiran Reviera semakin diterima dalam keluarga. Ronald dan Rodney, saudaranya, sangat menyayangi dan melindungi Reviera. "Dia sangat disayang, apalagi umurnya jauh, sama yang kedua aja bedanya 8 tahun," kata Goieha. Prestasi demi prestasi yang diukir Reviera membuat Goieha terus bertekad melatih renang putrinya. "Saya harap bisa dikirim ke Special Olympic World Summer Game di Athenna tahun 2011," harap Goieha, yang disambut anggukan oleh Reviera. Sumber: Kompas.Com (27/7)

Kasus tentang Penanganan Down Syndrom

Assalamu'alaikum Saya orang tua dari anak yang mengalami Down Syndrome. yang ingin saya tanyakan, apakah ada metode penyembuhan atau penangan secara medis atau non medis untuk menangani anak down syndrome? Saya pernah membaca tentang pengobatan Nur Syifa yang katanya bisa menyembuhkan anak down syndrome, yang ingin saya tanyakan, apakah metode pengobatan tersebut masih sesuai dengan nailai2 aqidah dan tuntunan rasulullah? terima kasih banyak atas jawabannya nya, Wassalamu'alaikum Said Fadhil ----------------------------------------------------------------- Jawaban : Wa’alaikum Salam,Wr.Wb. Bapak Said yang terhormat, semoga Anda dan Keluarga selalu dalam Lindungan, Keberkahan dan Rahmat Alloh SWT. Sebelumnya mohon maaf, perkenankan saya menjelaskan sedikit mengenai kelainan ini. Down Syndrome adalah kelainan kromosom yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali syndrome ini dengan istilah Down Syndrome dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama. Down syndrome merupakan kelainan kromosom yakni terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21), Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Gejala atau tanda-tanda yang muncul akibat Down syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistem organ yang lain. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esophagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan Down syndrome atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki resiko melahirkan anak dengan Down syndrome lebih tinggi. Defenisi Down Syndrome Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.. Gejala atau tanda-tanda yang muncul akibat Down syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang menderita Down Syndrome adalah adanya keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak (Olds, London, & Ladewing, 1996). Penderita sangat sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).Kelainan kromosom ini juga bisa menyebakan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan cepat. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan Down syndrome atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki resiko melahirkan anak dengan Down syndrome lebih tinggi. Down Syndrome gak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya? masih tidak diketahui pasti. Yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu. Pemeriksaan diagnostik Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain: • pemeriksaan fisik penderita, • pemeriksaan kromosom • ultrasonograpgy • ECG • echocardiogram • pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling) Penatalaksanaan Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini.Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya Leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat. Pada pengobatan yang dapat anda jalankan dan Insya’Alloh dapat memperbaiki kualitas hidup si penderita menjadi lebih baik, yaitu anda dapat mencoba paket pengobatan yang terdapat di "Klinik Sehat" yaitu pertama dengan metode Rukyah Syar’iyyah untuk mencegah terjadinya gangguan mendasar pada otak dan pembuluh darah akibat beberapa gangguan non-organik seperti gangguan akibat Jin dan lainnya, ini sangat berefek pada penenang Jiwa dan pikiran si penderita secara signifikan. Kedua dengan cara Bekam, ini merupakan metode penyembuhan yang selalu dijalankan Rasulloh SAW yaitu dengan membuang beberapa zat hasil metabolisme berupa racun tubuh dan ini dapat berfungsi sebagai sumber detoksifikasi utama tubuh, juga dengan berbekam dapat membantu fungsi berbagai organ tubuh untuk bekerja menjadi lebih sempurna. Ketiga dengan bantuan Pijat Saraf dan Akupressure yang berguna memperbaiki sistem peredaran darah, fungsi otot dan persarafan pada tubuh si penderita. Keempat dapat dilakukan terapi Akupunkture yang berfungsi memperbaiki fungsi kelistrikan tubuh dan mengaktifkan beberapa sistem organ yang penting, dan menon-aktifkan beberapa organ yang mengalami gangguan. Kelima dengan terapi obat-obatan seperti Bio Smart Plus, Habbat Extract, Immunocaps/Immunoquid, dan Gen-C. Kemudian obat lain dapat digunakan sesuai keluhan tambahan si penderita. Dan terapi yang tidak kalah penting yaitu mengguankan metode Spieth (Spiritual Emotional Therapy) yang berguna untuk mengembalikan fungsi lahiriah tubuh terhadap sang pencipta yaitu Alloh SWT, dengan metode mengikhlaskan dan pasrah sepenuhnya atas kehendak Alloh SWT. Selamat mencoba sebagai Ikhtiar kita dimata Alloh SWT, semoga bermanfaat untuk kita semua. Amien Ya Robbal’alamien ! Wassalamu’alaikum. Wr.Wb. Sumber: http://kliniksehat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=281&Itemid=18

Kasus Down Syndrom

Awalnya saya mengira dua karung plastik besar yang isinya penuh dengan botol bekas, plastik, dan tempat cat, yang sudah tidak layak pakai itu adalah sampah. Entah siapa yang membuangnya di perempatan jalan masuk ke rumahku. Terbesit niat untuk memindahkan ke tempat sampah, dari pada di jalan pasti tak elok dipandang. Belum pun niat itu saya jalankan, seorang bocah yang memakai baju salah satu parpol dan telah kotor karena lumpur datang dan mengambil karung besar itu. Dipikulnya karung itu dengan kayu yang memang terletang di tempat yang sama. Ketika melihatku bocah itu tersenyum. Kacamata hitamnya dibuka dan memperlihatkan deretan gigi yang kuning. Lalu ia pun pergi sambil melafazkan “Ngeng, ngeng, ngeng, ngeng.” “Dia meniru penjual roti yang sering lewat jalan ini setiap pagi,” ungkap Rasyidah, tetangga saya yang rumahnya langsung berhadapan dengan jalan. Ada-ada saja tingkah bocah yang dipanggil Cut Mad itu. Karung besar dan kayu ia umpamakan tempat menaruh roti yang dipikul penjual. Lalu suara “ngeng, ngeng” itu menjadi pengganti terompet yang kerap dibunyikan ketika sang penjual roti melewati perumahan. Tak hanya itu, Cut Mad juga sering berdiri di perempatan jalan sambil menengadahkan kardus mie instan pada setiap orang yang lewat di depannya. Dan tahukah apa maksudnya dari tingkahnya itu? Ia meminta sedekah dari pengguna jalan karena beberapa waktu lalu ia melihat bapak-bapak yang meminta sumbangan di jalanan sambil menengadahkan kardus untuk pembangunan mesjid. Sebenarnya Cut Mad tidak bisa digolongkan anak-anak lagi. Umurnya sudah lebih dari dua puluh tahun. Tapi karena keterbelakangan mental yang di deritanya membuat Cut Mad berkelakuan layaknya anak kecil. Ia menderita down syndrom. Tandanya terlihat jelas dari bentuk wajahnya yang menyerupai orang mongol (mongoloid). Kepalanya relatif lebih kecil dari normal. Lidahnya tebal dan pendek sehingga sulit bagi kita untuk memahami maksud dari perkataannya. Menurut saya, Cut Mad adalah penderita retadarsi mental yang cukup kreatif. Buktinya ia dapat meniru apa saja yang menurutnya menarik. Tak hanya menjadi penjual roti dan peminta sumbangan, lelaki ini juga terkadang suka mengumpulkan barang-barang bekas untuk dijual. Cut Mad juga kerap berdandan sangat rapi. Lebih rapi dari kita yang normal. Dengan kemeja yang dimasukkan ke dalam celana jeans lengkap dengan tali pinggang, kacamata hitam, sebatang pena yang diselipkan pada kantong baju, dan ponsel mainan yang digantung di pinggang. Sangat necis. Kalau dilihat sekilas, orang-orang tak menyangka kalau Cut Mad adalah anak yang menderita kelebihan kromosom 21. Tak jarang ketika ia mangkal di perempatan jalan, orang-orang menanyakan alamat padanya. Lalu dengan pe-denya Cut Mad menjelaskan alamat yang dimaksud dengan bahasanya. Setelah itu orang baru paham kalau Cut Mad menderita keterbelakangan. Jika dilatih, saya yakin Cut Mad lebih bisa mandiri dan kreatif dari saat ini. Sayangnya, ia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Jangankan untuk menyekolahkan Cut Mad, abang dan kakaknya yang normal saja hanya mampu menamatkan sekolah dasar. Selain itu, persepsi masyarakat terhadap penderita down syndrome masih buruk. Tak jarang Cut Mad dan penderita yang lainnya dikucilkan di masyarakat. Mereka kerap mendapatkan predikat “bodoh” dan “idiot” yang tak mampu berkreatifitas. Padahal mereka menderita sindrom down yang jika terus menerus dilatih akan menjadi anak yang mandiri dan mampu beraktivitas layaknya orang normal. Sumber: http://liza-fathia.com/2010/03/suatu-siang-bersama-down-syndrome.html

“Autism Spectrum Disorder” (ASD)

APA DAN BAGAIMANA “ASD” ITU !? Posted on September 11, 2008 by specialneedskid Bagaimana mengenali gejalanya? Orangtua adalah orang pertama yang paling tahu tentang anaknya. Jika orangtua mencurigai adanya sesuatu yang salah, mungkin saja benar. Tapi ada beberapa kesulitan antara lain: 1. Mencari tahu apa masalahnya. 2. Sebesar apa masalah ini (tingkat keseriusan) 3. Ke mana mereka mencari bantuan (mengecek kekhawatiran) Apakah autisme itu? ASD atau gangguan spektrum autisme adalah gangguan perkembangan yang secara umum tampak di tiga tahun pertama kehidupan anak. Autisme menyebabkan kemampuan bahasa, bermain, kesadaran diri, sosial, dan penyesuaian diri anak tidak berfungsi dengan baik. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tapi beberapa pendapat menunjuk pada penyebab fisiologis seperti kelainan syaraf pada beberapa daerah di otak. Perkiraan terakhir ASD termasuk semua spektrumnya didiagnosa 2-7 anak per-1000 kelahiran. Dan 10 persen berada di tingkat keparahan ini bergantung pada penelitian mana yang kita baca dan di negara mana penelitian itu diadakan. Perbandingannya 4:1 anak laki-laki lebih banyak. Secara garis besar bisa diamati bagian mana pada anak? * Komunikasi dan bahasa * Sosialisasi * Persepsi * Tingkah laku Petunjuk sederhana perbedaan itu Sosialisasi adalah bagaimana anak berhubungan dengan orang lain. Berdasarkan pengalaman kami, anak-anak ASD sulit memahami pikiran dan memiliki pandangan berbeda dengan anak lain pada umumnya. Perbedaan ini dapat kami amati pada hal-hal di bawah ini: * Tidak adanya kontak mata. * Kurang/tidak menggunakan sikap tubuh dan ekspresi wajah dalam berkomunikasi. * Tidak mampu bermain dengan anak lain dan berteman. * Kurang berbagi dan saling bergantian. * Kurang memahami emosi orang lain dan menyayangi (contoh: bersikap yang benar saat orang lain merasa kesal). * Berbagi kegairahan dan kesenangan dengan yang lain (kolektif dan referensi). Kesulitan bahasa, komunikasi dan gangguan imajinasi merupakan aspek utama dan termasuk di dalamnya: * Keterlambatan perkembangan bahasa dengan beberapa usaha untuk mengomunikasikan dan kompensasi dengan sikap tubuh. * Untuk anak-anak dengan perkembangan bahasa yang lebih baik (normal) ada masalah di: * memulai dan mempertahankan percakapan * masalah bahasa abstrak dan tendensi membawa semua hal menjadi hal yang fakta. * bahasa yang tak biasa, aneh atau penggunaan berulang. * Keterlambatan dalam memperoleh keterampilan pura-pura (kemampuan imajinasi yang fleksibel). Ada beberapa tingkah laku aneh/tidak biasa, berulang yang berhubungan dengan anak tidak memahami subtansi atau esensi sebuah situasi. Contoh: * Anak terpaku secara intens. * Terpaku pada hal-hal yang tidak biasa. * Terpaku secara sensori, terpaku dengan pola atau gerakan-gerakan objek. * Rutinitas yang intens/kumulatif dan bermasalah menghadapi rutinitas. Perlu Diperhatikan 1. Tidak ada ciri tetap maupun pola yang sama pada setiap anak. 2. Tidak ada umur tertentu gejala mulai dilihat. 3. Cirinya bervariasi contohnya, Anak A mungkin menghindari kontak mata, tapi anak B menghindari tidak semua kontak mata. 4. Jika anak anda memiliki beberapa ciri yang sama bukan berarti ASD 5. Pengasuhan yang buruk bukan pencetus ASD. 6. Autisme tidak dapat dideteksi sejak lahir, ini bukan kendala biologis, tidak ada tes darah untuk mendeteksi saat anak baru lahir Beberapa keterangan orangtua Gejala-gejala dalam 1-2 tahun usia anak. Tidak ada ciri yang nyata. Pada beberapa bayi sangat pasif, yang lain tak mau diam, semua bayi punya kecenderungan sendiri-sendiri. Sebagian besar orangtua yang anaknya kemudian didiagnosa autisme berkomentar bahwa bayi mereka tampak normal di bulan-bulan awal, meskipun banyak orangtua bertambah khawatir adanya sesuatu yang tidak normal di tahun pertama. Beberapa keluarga bercerita bayinya sangat pasif atau cepat terganggu, bayi tak mudah ditenangkan. Sebagian lagi menggambarkan bayi yang jarang menatap wajah atau muka orangtuanya dan sulit berceloteh atau meniru gerakan juga suara orangtuanya. Ini adalah tanda-tanda yang perlu diperhatikan dan dibicarakan dengan tenaga medis. Beberapa anak agak terlambat perkembangannya meskipun yang lain tampak berkembang normal. Sebagai contoh, pada usia 12 bulan anak-anak akan merangkak atau mulai berjalan, berdiri jika dipegang, bicara kata tunggal “Mama” atau “Papa”, melakukan sikap tubuh secara sederhana, seperti melambaikan tangan. Jika anak mencapai kemajuan ini, ia akan mengembangkan keterampilannya dalam beberapa bulan ke depan atau sebaliknya. Titik-titik di mana anak terlambat mungkin adalah kesulitan yang lain, walaupun tidak berarti austisme . Apakah perkembangan tertunda itu? Secara garis besar yang tertunda dapat disebut di bawah ini: * Bahasa 1. Bahasa tampak jelas tertunda. 2. Bahasa tidak matang/tidak sampai waktu yang berkepanjangan. 3. Kurang mampu memahami, memproses, mengungkapkan bahasa lisan. 4. Sering menggunakan kata “apa-apa“ terutama kalau disuruh melakukan sesuatu, berarti “aku tidak tahu”. 5. Idenya membingungkan, sulit mengingat nama benda, warna, nama mainan.Contoh : Peter, 5 tahun, berkata: “Waktu anuku itu, wanita (guru) meletakkan anu (panci) di atas benda itu untuk masak (kompor) popcorn jadi hitam.” 6. Sulit memahami dan memproses yang ia katakan. 7. Idenya membingungkan dan berputar-putar. * Perilaku 1. Sulit berkomentar. 2. Kurang cermat, sering tidak mampu merawat benda-benda yang dimilikinya. 3. Impulsif (tiba-tiba melepaskan pikiran, meninggalkan tugas di sekolah). 4. Sulit menerapkan apa yang diketahui. 5. Anak laki-laki cenderung lebih hiperaktif, agresif, mengganggu di kelas. 6. Anak perempuan cenderung menutupi problem mereka. 7. Anak kecil yang menolak/enggan dengan perubahan, sulit berkunjung (anak akan menangis jika ayahnya mengambil rute lain). 8. Kemauannya selalu ingin dituruti, emosi makin lama makin meledak. * Persepsi Persepsi adalah bagaimana anak-anak memahami dan memproses informasi yang masuk lewat panca indra, seperti: melihat itu dengan mata tapi memproses dan mamahami apa yang dilihat dengan pikiran. 1. Bingung arah seperti kanan, kiri dan lain-lain. 2. Sulit membedakan antara ilusi/imajinasi dengan kenyataan. Biasanya ditandai oleh ekspresi muka yang misterius. 3. Anak kecil yang kelihatannya kaku. 4. Hanya menangkap sepotong kecil yang ia dengar. 5. Berpikir lompat-lompat. 6. Ganggunan sensori. Perlu diperhatikan 1. Autisme adalah gangguan perkembangan yang secara normal menjadi nyata dalam tiga tahun pertama kehidupan anak. 2. Autisme punya kisaran yang luas dalam temperamen dan IQ. 3. Simptomnya atau gejala-gejalanya bervariasi. 4. Autisme bukan penyakit “terkena” sebab tidak disebabkan pengasuhan yang buruk Apa penyebab autisme itu? Sangat sulit menentukan faktor apa saja yang menyebabkan autisme. Para profesional bertahun-tahun mencoba mengidentifikasi penyebab khusus dari autisme. Beberapa referensi yang saya baca bahwa riset mutakhir memusatkan perhatian pada perbedaan anatomi dalam otak, faktor genetik dan cacat biokimia. Semua tampaknya akan menghasilkan penemuan yang memberi harapan, namun untuk sekarang ini banyak faktor penyebab autisme berinteraksi dan berinterelasi di dalam individu autisme dan tidak bisa dikenali secara khusus. Bagaimana pun juga beberapa dugaan yang menyebabkan autisme sebagai berikut: 1. Penelitian genetik tentang anak kembar membuktikan faktor genetik berperan penting. Bila salah satu anak menunjukkan gejala spektrum autistik, maka kembarannya punya resiko yang tinggi memiliki gangguan yang sama. Saudara kandung dari anak tersebut punya kecenderungan yang lain, misalnya masalah tingkah laku dan kesulitan belajar. Di Jakarta cukup banyak keluarga yang memiliki lebih dari satu anak autisme. 2. Trauma prenatal, natal, postnatal Kelahiran prematur, berat badan turun pada masa kehamilan, kekurangan oksigen ke otak pada saat kehamilan dan proses kelahiran juga berpengaruh dalam banyak kasus. Usia ayah dan ibu saat memiliki anak juga turut andil menjadi faktor penyebab, baik sendiri atau berinteraksi dengan faktor lain. 3. Gangguan susunan saraf pusat Ditemukan juga kelainan neuroanatomi (anatomi susunan syaraf pusat) banyak anak autisme mengalami pengecilan otak kecil terutama labus VI-VII. Seharusnya di labus VI-VII banyak terdapat sel purkinje, namun pada anak autisme sel purkinje sangat kurang. Akibatnya produksi serotonin kurang menyebabkan kacaunya proses penyaluran informasi antar otak. Selain itu ditemukan kelainan struktur pada pusat emosi di dalam otak sehingga emosi anak autis sering terganggu. Penemuan ini membantu dokter menentukan obat yang tepat. Obat-obatan yang dipakai adalah dari jenis psikotropika yang bekerja pada susunan syaraf pusat, hasilnya menggembirakan karena beberapa anak tertolong dengan obat-obatan ini sehingga pelaksanaan terapi lainnya lebih mudah. 4. Gangguan sistem pencernaan Ada hubungan antara gangguan pencernaan dengan gejala autism. Beberapa penderita kekurangan enzim sekretin dan setelah diberi suntikan sekretin anak mengalami perbaikan pencernaan dan terapi lain berkembang lebih baik. Kasus ini memicu penelitian-penelitian yang mengarah pada gangguan metabolisme pencernaan. 5. Racun dan logam berat dari lingkungan Faktor lingkungan diduga keras berperan dalam munculnya gangguan autistik, berbagai racun yang berasal dari pestisida, polusi udara dapat mempengaruhi kesehatan janin, hasil tes darah dari sejumlah anak autisme menunjukkan kadar logam berat (mercuri, timbal, timah) lebih tinggi dari pada anak biasa. Tapi asal muasal logam berat dalam tubuh masih menjadi pertanyaan, apakah sudah ada sejak bayi lahir atau karena terpapar dari lingkungan. Ke manakah orangtua harus pergi? 1. Psikolog klinis anak (psikolog khusus perkembangan anak). 2. Psikiater anak (psikiater khusus perkembangan anak). 3. Terapis wicara. 4. Tim perkembangan anak (OT, fisioterapi, ortopedagog, biasanya ada di RS/praktek independen). Apa yang dilakukan para spesialis? Walaupun bervariasi, tapi ada beberapa skenario yang hampir serupa. Spesialis dengan orangtua. Spesialis akan bicara dengan orangtua tentang anaknya, terutama kekhawatirannya. Bertanya tentang kehamilan dan kelahiran anak, temperamen, pencapaian perkembangan, tidur, sejarah medis, tingkah laku dan interaksinya dengan orang lain dan anak-anak lain. Spesialis dengan anak kita * Bermain. Sebagian besar pengujian dengan anak-anak adalah saat bermain anak-anak selalu merasa senang dan tak sadar sepenuhnya bahwa tujuan di balik permainan ini adalah pengujian. * Berbicara. Spesialis dengan anak yang lebih besar akan melakukan obrolan tidak formal dan beberapa permainan sesuai dengan umur dan juga tes. Berapa lama orangtua menunggu diagnosa? Spesialis menentukan hasil diagnosa akan sangat bervariasi, tergantung setiap anak. Jika masalah anak ada di ujung keparahan autisme, diagnosa diputuskan saat itu juga. Tapi idealnya memerlukan waktu 3-4 kali pertemuan antara spesialis dengan anak untuk melihat dalam situasi yang berbeda. Autisme dapat sulit didiagnosa karena beberapa tingkah laku yang tumpang tindih dengan diagnosa yang lain. Contoh: * Seorang anak yang tidak merespon panggilan orang lain bisa saja kerusakan pendengaran. * Beberapa anak memiliki temperamen pemalu dan perlu waktu untuk merasa nyaman saat berkumpul denga anak-anak lain atau orang dewasa. * Kadang-kadang depresi mengarahkan seorang anak bersikap seperti autisme. Para ahli akan menggunakan pengetahuan teoritikal yang luas tentang karakteristik autisme. Ada ratusan buku, mayoritas panjang dan rumit, meskipun secara umum dibaca oleh spesialis, banyak orangtua berpendapat mereka tidak punya waktu untuk membaca dan mengerti teorinya. Meskipun proses pengujian dapat berlangsung lama dan membuat frustrasi, ini penting, pengalaman kami bekerja dengan berbagai keluarga menunjukkan bahwa memahami prognosa dan diagnosis adalah cara terbaik membantu anak-anak mereka. Beberapa alat tes yang sering digunakan * Wawancara orangtua dapat dilakukan selama kurang lebih tiga jam (autisme diagnosa interview revise/ADI-R). * Pengujian dengan permainan bersama anak kecil, perbincangan informal terstruktur dengan anak-anak lebih tua kurang lebih satu jam (autisme diagnosa observation schedule). * Pengujian tentang tingkah laku anak-anak (children’s autisme rating scale). * Pemeriksaan secara garis besar (sekitar 10 menit) untuk anak-anak usia 1 tahun. Tujuannya mengecek beberapa hal seperti: permainan pura-pura, menunjukkan rasa ketertarikan dan keinginan bergabung. * Tes-tes lain, seperti tes wechsler intelligence scale for children-revised (WISC-R). Beberapa alat tes di atas merupakan kriteria diagnosa yang banyak dijadikan acuan. Tapi di Indonesia kebanyakan mengacu kepada American Psychiatri Association (APA), the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, edisi ke-4 (DSM – IV) 1994 dan rumusan dari WHO, ICD-10 (international classification of diseases) 1993. Mungkinkah diagnosa itu tumpang tindih atau salah diagnosa? Membuat diagnosa harus hati-hati dan sering direvisi (diperbaharui) untuk menghindari tumpang tindih dan salah diagnose. Karena dengan kasus yang sama si ahli/spesialis bisa saja memandang dari sisi teori yang berbeda, karena latar belakang pendidikan. Dan karena berjalannya waktu anak mendapatkan penanganan akan menjadi progres (lebih baik). Jika spesialis menemukan adanya masalah yang signifikan dengan bahasa dan tingkah laku berulang, tapi anak tidak bermasalah dalam sosialisasinya, mungkin bukan autism. Anak ini tetap memerlukan penanganan, hanya saja diagnosa berbeda perlu penanganan berbeda. Contoh: Anak berumur 2 tahun memperlihatkan tingkah laku berulang seperti membariskan mainan dengan cara tertentu, memaksa minum dengan gelas yang sama, dapat berhitung dengan baik, dan punya keterampilan bahasa dan komunikasi. Kemungkinan dia memiliki gangguan obsesif kumulatif, tapi sejenis di atas, anak dengan gangguan bahasa ini mungkin mempunyai cacat bahasa spesifik. Ada beberapa kriteria di dalam ASD? * Pervasive developmental disorder (PDD) * Pervasive developmental disorder not otherwise specified (PDD Nos) * ADHD dan ADD * Autisme high function * Sindrom aspeger Kategori PPD adalah jika seorang anak mengalami keterlambatan tiga hal utama, yaitu sosialisasi, bahasa dan komunikasi, tingkah laku yang bermakna (parah/meresap). Apabila dari tiga kriteria ada yang tidak terpenuhi maka akan digunakan kriteria PDD Nos, diagnosa ADD dan ADHD. Anak-anak ini sangat dominan dalam bergerak terus menerus dan impulsifitas. Dalam ADD dan ADHD pun dibagi tiga kategori ADHD, yaitu hiperaktif yang dominan, ADHD impulsifitas yang dominan, atau kombinasi keduanya. Autisme high function adalah anak-anak yang cacat dalam komunikasi tapi memiliki tingkat yang kognitif dan belajar yang baik. Sementara sindrom asperger adalah anak-anak yang di usia 2-3 tahun didiagnosa autisme, tapi setelah mendapat penanganan, perbaikannya nyata dan menonjol dalam bahasa. Asperger berada pada hirarki yang paling tinggi dalam autisme. Ada beberapa pendekatan untuk menangani autistik * Pendekatan ABA (Applied Behavioural Analysis) Penanganan ini merupakan jenis program intensif yang berdasarkan terapi tingkah laku dan biasa digunakan untuk menjelaskan banyak program sekitar Lovaas. Poin utama pendekatan: * Melibatkan 40 jam dalam seminggu, * Pendekatan berbasis rumah dan anak * Program terstruktur di sini mengacu pada work in progress, more than words * Terapis terlatih untuk memandu program dan memberi nasehat, dukungan untuk yang lain * Orangtua harus terlibat * Program menggunakan penguat positif untuk mendorong pembelajaran dan kepatuhan menjadi fokus utama pendekatan. * Pendekatan sensori integrasi (SI) Pendekatan SI berdasarkan teori bahwa beberapa sistem saraf anak tidak terintegrasi dalam memahami input sensori (apa yang kita lihat, kita sentuh, kita dengar dan sebagainya). Tujuannya menawarkan perbaikan sistem kerja otak melalui stimulasi dari luar. Beberapa aktivitas terapi sensori integrasi. * Terapi dirancang untuk memberikan rangsangan pada keseimbangan, gerak, posisi sendi, tekanan, perabaan, auditori, visual. * Disesuaikan dengan kebutuhan anak * Diberikan 1-2 kali seminggu * Terapis mengarahkan kegiatan yang dapat memberikan tantangan dan terus ditingkatkan kesulitannya * Pendekatan floor time. Yaitu suatu pendekatan yang berbasis bermain. Ketika anak bermain, Anda ikut bermain tetapi keterlibatan kita memegang peranan penting. Tugas kita adalah mengikuti langkah-langkah yang diminati anak, tapi kerjakan dengan mendorongnya berinteraksi dengan Anda. Beberapa poin utama pendekatan ini: * Mendorong munculnya atensi dan keakraban dengan menciptakan kegembiraan. * Menciptakan komunikasi dua arah, dengan bermain. * Mendorong munculnya ekspresi emosi dan penggunaan perasaan serta gagasan. * Penanganan dengan mendorong anak dari pengalaman logis * Pendekatan terapi wicara, hampir semua anak ASD mengalami kelainan bicara dan bahasa. Pertama seorang terapis wicara akan melakukan assesmen/observasi, lalu dievaluasi untuk selanjutnya dapat ditegakkan diagnosa kemudian akan ditentukan metode berdasarkan beberapa aspek gangguan wicara seperti : o Gangguan bahasa: dislogia, afasia o Gangguan bicara/artikulasi: dislalia, disatria, disglosia o Gangguan suara: berbisik, serak, tidak ada suara (afonia/disfonia) o Gangguan irama dan kelancaran: latah dan gagap * Pendekatan terapi okupasi (OT) Terapi ini selain fisik juga mencakup pengembangan intelektual, sosial, emosi, dan kreatifitas. OT identik dengan latihan motorik halus dan latihan motorik kasar. Ada tiga fungsi dasar dari OT: * o Pemulihan fungsional, yaitu membuat pemulihan fungsi persendian, otot, dan kondisi tubuh pada umumnya sesuai kebutuhan. o Fungsi persiapan, yaitu memberi peluang pada anak menghadapi tugas pekerjaan atau keterampilan yang sesuai dengan kecerdasan. o Fungsi pemeliharan, yaitu menghindari penurunan mental, penurunan fungsi dan memelihara serta mengembangkan potensi kecerdasan. Di atas adalah beberapa pendekatan yang lebih populer seklaipun terdapat beberapa pendekatan lain. Walaupun di antara pendekatan itu ada perbedaan dan pertentangan, tergantung anak itu sendiri. Perlu saya tekankan bahwa semuanya ternyata saling melengkapi dan apa pun pendekatan itu akan membawa ke arah perbaikan. Jarang sekali orangtua menggunakan satu pendekatan karena obyeknya adalah pertumbuhan dan perkembangan anak. Contohnya: pendekatan Gleen Doman, pendekatan Son-rise, Teacch, PECS, AIT dan lain-lain. Sumber: http://specialneedskid.wordpress.com/

Kasus dengan Terapi bagi Anak Special Needs

Afifah Tas’a Jahara, satu-satunya anak dengan special needs yang aku ajar di grade 7 kemarin. Sebagai guru baru, aku termasuk yang cepat sekali diterima oleh Afifah. Sejak awal aku tahu kalau dia punya kekurangan. Seperti anak penyandang cerebral palsi lainnya, kita bisa langsung melihat perbedaan fisik Afifah dibandingkan dengan teman-temannya. Aku nggak tahu bagaimana awalnya, tapi tiba-tiba saja Afifah begitu lengket denganku, padahal dia masih punya guru pendamping saat itu. Menurut guru-guru yang lain, itu karena sikapku yang terlalu baik padanya. Afifah memang sering sekali datang ke kantor guru dan memanggilku hanya untuk meminta tolong membetulkan ikatan rambutnya. Ternyata sikapku itu membuat dia merasa bisa mengandalkan aku di banyak hal, membuatnya nggak mandiri. Setelah menyadari hal itu, perlahan aku mulai mengajaknya untuk melakukan banyak hal sendiri, walaupun masih dengan aku menemani di sisinya. Masih di hari yang sama, aku mendampinginya melakukan terapi di LSC. Banyak kegiatan yang harus Afifah lakukan di sana. Di antaranya, melatih kelenturan jari dengan memasang dan membuka kancing baju, menjahit jelujur dengan papan khusus, dan melempar bola, dan oh iya Afifah juga melakukan terapi berjalan. Semua itu dilakukan untuk melatih kelenturan organ tubuh bagian kirinya yang memang sudah kaku sejak lahir. Afifah menjalani semuanya dengan tekun dan sabar. Aku terus mendampingi di sampingnya, melihat step-step yang dilakukan terapist dan melihat dia dengan susah payah mengikuti. Afifah membutuhkan waktu hampir sepuluh menit untuk memasang satu kancing dan membukanya kembali. Dia membutuhkan waktu hampir setengah jam untuk menjahit jelujur dan membukanya kembali. Sementara untuk menapakkan kaki kirinya dengan sempurna, dia masih terlihat sangat kesulitan. Dadaku sesak menjalani sesi terapi itu, air mataku sudah mengambang, sebelum ia mengalir lebih deras aku mohon diri ke kamar mandi. Aku menangis sendiri di sana. Trenyuh dengan kenyataan itu. Kubandingkan dengan diriku sendiri yang masih sering kali mengeluh kalau timbangan naik satu kilo, marah-marah kalau di akhir bulan kehabisan uang, senewen sendiri kalau nggak ada orang yang bisa menemani saat weekend. Kelakuan yang semakin terlihat konyol jika dibandingkan dengan pengalamanku di hari itu. Kasus dari artikel diatas menunjukkan perlunya terapi bagi anak dengan special needs. sumber : arthepassion.multiply.com

Kasus ‘Asperger Syndrome’

Assalammualaikum ww, saya ibu dari putra (8 th 7 bln) dan putri (6th). Anak pertama skrg kelas 4 SD (msk SD umur 5 th 4 bln) dan adiknya baru kls 1 SD di sekolah yg sama. Dalam 4 bulan ini saya sudah 2 kali dipanggil guru/ kepsek. karena anak pertama berkelahi (al;mencakar wajah temannya sampai berdarah). Dalam kesehariannya anak saya tersebut gampang marah dan lansung membalas dengan pukulan fisik. Misalnya tdk sengaja tersenggol, pasti lgsg memukul dan tak akan berhenti sebelum bisa terbalas. sehingga sering terjadi perselisihan dengan kawan atau adiknya.Termasuk jika saya tak sengaja menyenggol (ex: terdorong) akan langsung ditinju atau disepak. Sejak kecil memang jarang bicara tapi banyak bergerak. Sudah sering dinasehati supaya bersabar dan tdk lgsg memukul, tp sepertinya tdk mau mengerti. Disuruh bersalaman kalau ketemu saudara atau orang lain juga susah. Prestasi sekolah rasanya cukup baik, selalu masuk 10 besar. Kemandirian juga kurang, walau bisa mandi dan makan sendiri tapi susah sekali menyuruh shg lbh srg disuapi /dimandikan. Waktu kecil agak terlambat bicara (umur 21/2 th) tp sdh lancar membaca umur 4 th. Sekarang ini perhatiannya thd pelajaran berkurang. dia hanya tertarik pada hal2 eksakta spt planet , komputer, dll. Saya dan papanya sama2 bekerja ( jam 7 – 15 WIB) dan anak 2 biasanya tinggal sama org tua saya. Apakah anak saya menderita kelainan perilaku? bagaimana cara menghilangkan sifat pemarah /dendamdi diri anak saya? Saya takut nanti kl dewasa anak saya jadi manusia yg asosial/psikopat. Saya ingin sekali konsultasi lgsg dg psikolog anak. Mohon bantuan Ibu dan BapaK. Trims sebelumnya Jawaban Wa’alaykumsalam wr wb, Ibu yg dirahmati ALLAH…. Dari keterangan yg Ibu berikan, ada banyak hal yg masih harus di-explore lebih dalam mengenai putra pertama Ibu, misalnya : bagaimana pengorganisasian visual spatial nya? bagaimana pemahamannya thd bahasa non verbal? bagaimana kemampuannya dalam mentolerir hal2 yg tdk sesuai dgn dirinya? bagaimanakah koordinasi psikomotoriknya? apakah anak juga mengalami gangguan pada sensorisnya? Yang jelas, anak Ibu tidak menderita kelainan perilaku. Tapi dari keterangan yg Ibu berikan, ada beberapa ciri dari salah satu gangguan perkembangan perpasif pada anak yang dalam term bahasa psikologi disebut ‘Asperger Syndrome’. Namun untuk memperjelas apa diagnosa yg sebenarnya, maka PERLU dilakukan asessment yg cukup mendalam pada putra Ibu. Karena itu, saran saya, coba Ibu segera memeriksakan putra Ibu ke Klinik Tumbuh Kembang yang biasanya ada di Rumah Sakit besar atau pusat. Dengan demikian, diagnosa yang jelas akan didapatkan, dan Ibu juga bisa mengetahui terapi apa saja yg dibutuhkan oleh putra Ibu. Sifat pemarah dan pendendam yg Ibu sebutkan ada pada diri putra Ibu, sangat erat kaitannya dengan diagnosa yg akan kita dapatkan setelah dilakukan asessment pada putra Ibu. Honestly, tidak etis rasanya saya memberikan diagnosa pasti mengenai keadaan putra Ibu, sementara saya tidak melihat langsung dan melakukan asessment pada putra Ibu. InshaALLAH, jika nantinya Ibu sudah mendapatkan diagnosa, kita bisa berdiskusi lebih panjang, baik mengenai terapi2nya, program2 yg bisa dilakukan di rumah, bahkan bagaimana harus bekerja sama dgn pihak sekolah. Saya tunggu kabar selanjutnya dari Ibu ya…. Tetap semangat ya Bu…. Salam sayang untuk anak2… Wassalamu’alaykum wr wb Fajriati Maesyaroh, Psi Sumber: http://rumahbungamatahari.wordpress.com/biro-psikologi-anak-dan-keluarga/anak-anak-spesial/anak-pemarah-dan-pendendam/

Kasus Penanganan ABK Anak Berkebutuhan Khusus

saya mempunyai anak yang berkebutuhan khusus, tolong gimana cara menanganinya, secara grs besar….tanks …ya Jawaban Fajriati M Badruddin Assalamu’alaykum wr wb… Subhanallah…. Memiliki anak yg berkebutuhan khusus adalah salah satu bentuk amanah dari ALLAH SWT. Mereka adalah kunci surga bagi kita. InshaALLAH, bila kuncinya sdh kita dapatkan, maka kita tinggal perlu "membuka" pintu tersebut dgn usaha2, ikhtiar dan do’a kita. Dear Ibu, di sini saya akan sharing pengalaman saya sdr dlm menangani anak kebutuhan khusus. Anak saya didiagnosa PDD-NOS (salah satu bentuk spektrum ASD) saat ia berusia 3 thn. Saat ini ia berusia 7 thn 10 bulan, masih tetap melakukan terapi 2 kali dalam 1 minggu, dan sudah bersekolah di sekolah reguler. Kita sama2 saling mendo’akan ya Bu… Smg anak kita bisa mjd pribadi yg sholeh, mandiri dan bahagia dgn kehidupannya. Aamiinnn…. Ketika kita mendapati bahwa anak kita adalah anak berkebutuhan khusus, maka yg harus kita lakukan adalah : - Bersedih/merasakan penolakan adalah hal yang manusiawi, namun jangan berkepanjangan. - Segera meminta bantuan profesional guna penegakan diagnosa dan mencari upaya penanganan secara optimal - Berusaha menerima keadaan anak dengan berbesar hati dan ikhlas. InshaALLAH Bila kita ikhlash dan ridho dgn kondisi anak kita, maka kita akan merasa lebih tenang dalam mengasuh dan mendidik anak2. Selain itu, komunikasi kita dgn suami pun harus terjalin dgn baik, shg kita punya satu kesamaan visi, misi bahkan perasaan yg bisa saling menguatkan. Karena terus terang, memiliki anak spesial needs bukanlah hal yg mudah. Kita sangat membutuhkan dukungan dari lingkungan, terutama dari pasangan kita. Butuh kekompakan dan kerjasama yg luar biasa antara Ibu dan Ayah dalam menerapkan pola asuh dan disiplin shg anak kita yg berkebutuhan khusus tetap bisa berkembang dgn optimal sesuai dgn potensi yg dimilikinya. Ibu, Perkembangan anak dengan kebutuhan khusus tergantung beberapa hal, diantaranya adalah : - Jumlah dan intensitas gangguan pada anak. Semakin banyak jumlah gangguan dan semakin sering frekuensi maka perkembangannya pun akan jauh lebih lambat dibandingkan dgn anak yg jumlah gangguannya lbh sedikit dan frekuensinya jg jarang. - Usia saat diagnosa ditegakkan. Semakin dini anak bisa terdiagnosa, maka kita sbg orgtua bisa segera mengupayakan berbagai terapi yg bisa membantu perkembangan anak. - Usia saat tatalaksana dilaksanakan. Semakin dini pula usia tata laksana diupayakan (terapi2), maka perkembangan anak pun akan semakin cepat bila dibandingkan dgn anak yg baru melakukan terapi ketika usianya sdh besar. - Intensitas dan konsistensi tatalaksana tersebut (40 jam perminggu/8 jam setiap hari). Semakin intensif dan konsisten program2 dari tata laksana tersebut, maka perkembangan anak pun akan semakin baik. - Konsistensi sikap dan pola asuh orang tua. Konsistensi orgtua adalah hal yg mutlak diperlukan agar setiap anak bisa berkembang dgn optimal. - Intelegensi anak. Semakin tinggi tingkat inteligensi anak, maka akan semakin mudah baginya dalam memahami dan menerapkan program2 yg kita berikan kpdnya. - Upaya generalisasi dan atau transfer materi ke lingkungan sehari-hari. Semakin besar upaya kita untuk menggeneralisir materi2 yg diberikan pd session terapi pd kehidupan anak sehari2, maka perilaku anak2 kita pun akan terlihat semakin baik dan tertib. Demikian garis besar penanganan untuk ABK. Yg jelas, dlm penanganan tsb butuh satu tim yg kompak (dokter, psikolog, terapis, guru, juga orgtua), shg anak2 dgn ABK bisa berkembang dgn optimal sesuai dgn potensinya masing2. Mudah2an sharing pengalaman ini bisa bermanfaat bagi Ibu. Salam sayang saya untuk "sang cahaya mata". Wassalamu’alaykum wr wb, Fajriati Maesyaroh, Psi. Sumber: http://rumahbungamatahari.wordpress.com/biro-psikologi-anak-dan-keluarga/anak-anak-spesial/garis-besar-penanganan-abk-anak-berkebutuhan-khusus/

Kasus Hyperaktif(2)

Pertanyaan Anakku hiperaktif bgt,,usiany 6 thn,skrg msh kls TK A,,ngomongny lom lancar,,sulit u/ fokus n konsentrasi,,jail bgt sma tmn”ny(hitting n splitting).. Ktny sh g blh mkn mkanan brbhn dsar tep.terigu. Trus anakku mkn ap dunk?! Help me please.. Jawaban Assalamu’alaykum wr wb, Dear Ibu Dwi Hastuti yang dirahmati Allah…. Dari sekilas pertanyaan yang ibu ajukan, rasanya memang ada beberapa tugas perkembangan untuk anak usia 6 thn yg belum dicapai oleh anak Ibu. Yaitu : kemampuan bicara, kemampuan konsentrasi dan kemampuan untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Apakah sebelumnya ananda sudah pernah mendapat diagnosa tertentu dari psikolog anak atau dokter? Jika belum, baiknya Ibu segera membawa ananda untuk melakukan asessment sehingga jelas diagnosa/masalahnya. Bila Ibu tinggal di Jakarta, Ibu bisa menghubungi Biro Psikologi Bunga Matahari, Jln Cipinang Muara Raya No.17 Rt.18 Rw.3 Cipinang Muara Jak-Tim, Telp 021-8509034. Atau Ibu bisa juga menghubungi Klinik Tumbuh Kembang yg terdekat dengan tempat tinggal Ibu. Bila sudah jelas masalahnya, maka biasanya psikolog atau dokter akan menyarankan jenis2 terapi apa yang perlu dilakukan oleh ananda. Mengenai diet makanan tertentu, Itu biasanya baru akan dilakukan ketika anak kita sudah mendapatkan diagnosa dan melakukan tes alergi. Namun memang sebaiknya, untuk anak yang cenderung hiperaktif, akan disarankan untuk melakukan diet terhadap makanan/minuman yang manis atau mengandung gula karena makanan/minuman tersebut akan membuat anak seperti mendapat tambahan energi baru. Sedangkan diet terhadap makanan yang berbahan dasar terigu (gluten free) biasanya dilakukan bila anak mendapat diagnosa Gangguan Perkembangan (Perphasive Developmental Disorder) atau yg biasanya lebih dikenal dengan ASD (Autism Spektrum Disorder). Untuk menyalurkan hiperaktifitasnya, sebaiknya ananda banyak melakukan kegiatan yang bisa “memuaskan kerja ototnya”. Misalnya saja : jalan kaki setiap pagi atau sore, berenang, dan hiking. Saya harap, Ibu bisa segera melakukan asessment untuk ananda, sehingga jelas masalah dan terapi nya. InshaALLAH semakin cepat semakin baik. Wassalamu’alaykum wr wb, Sun sayang saya untuk ananda, Fajriati Maesyaroh, Psi Sumber: http://rumahbungamatahari.wordpress.com/biro-psikologi-anak-dan-keluarga/anak-anak-spesial/anak-6-tahun-hiperaktif-belum-lancar-bicara/

Kasus Hyperaktif

30 11 2009 Faridah (03:33:25) : Ass..wr..wb anak sy laki2 umur 3,5th.kurang bs mengekspresikan keinginannya apa yg dia mau..tahunya hanya dgn tangisan aja.tp kalo dtanya seh dia jawab,tp harus betul2 matanya fokus ke kta sebgai orang tua.kalo cuma sekelebatan aja seh anak ku itu tetep aja menangis..kalo d bwa ke mall jalan2 jg knp ya kog jahil bngt kdg2 bju yg d etalase sm anak sy djatuh2in gtu..pokoknya gk mau diem..takutnya hyperaktif. Reply 1 12 2009 sekolahbungamatahari (03:01:47) : Waalaykumussalam wr wb, Dari penjelasan ibu yang singkat kelihatannya ada beberapa tugas perkembangan dari putra ibu yang belum tercapai terutama masalah komunikasi dua arah yang seharusnya sudah dicapai oleh anak usia 3,5 tahun seperti bercerita, mengungkapkan keinginan secara verbal. Kami sarankan Ibu segera mengkonsultasikan anak Ibu ke klinik tumbuh kembang atau psikolog anak terdekat yang kompeten karena untuk assessment dan diagnosa tidak cukup melalui email atau internet dan kurang akurat. Setelah diagnosa baru akan diberikan program yg sesuai dengan kebutuhan anak Ibu. Kami tunggu kabarnya ya Bu. Wassalamualaykum Sumber: http://rumahbungamatahari.wordpress.com/biro-psikologi-anak-dan-keluarga/anak-anak-spesial/

Kasus Anak berkebutuhan Khusus

Pertanyaan Ass, ibu…apakah kalau sang anak di vonis ber iq rendah…maka dia harus bersekolah di sekolah kebutuhan khusus? apakah tidak ada penanganan lain untuk masa depannya nanti??? terima kasih ..wassalam Jawaban Wa’alaykumsalam wr wb, Dear Ibu yang disayang ALLAH…. Memiliki anak dengan kebutuhan khusus bukanlah akhir dari segalanya. Justru, ini lah awal dari perjuangan Ibu sekeluarga dalam memaknai amanah tersebut. Saya bisa memahami kebingungan Ibu, karena saya pun dikaruniaiNYA anak dengan kebutuhan khusus. Satu hal yang perlu kita tanamkan dalam hati adalah rasa khusnudzhan kita kepadaNYA. ALLAH menciptakan segala sesuatu yang dikehendakiNYA tidak lah dengan sia-sia. InshaALLAH, Banyak hikmah yg akan bisa kita petik dari anak spesial kita tersebut. Ibu, ada beberapa hal yang harus saya klarifikasi dari pertanyaan yang Ibu sampaikan, terutama mengenai statement “anak memiliki IQ yang rendah”. Pertanyaan saya adalah : - Apakah pada anak Ibu telah dilakukan proses asessment yang melingkupi seluruh aspek perkembangan anak yang sesuai dengan usianya? Bila ya, adakah diagnosa yang ditetapkan oleh pemeriksa (dokter atau psikolog) mengenai kondisi anak Ibu? Saya bertanya mengenai hal ini karena bila ternyata ada diagnosa tertentu yang erat kaitannya dengan gangguan perkembangan pada anak atau kesulitan belajar pada anak, maka IQ yang rendah bisa saja merupakan implikasi dari gangguan perkembangan atau kesulitan belajar yang dialami anak. Sepekan yang lalu, saya dan tim, baru saja meng-asess seorg anak berusia 5 thn yg memiliki IQ berada pada taraf moderate mental retardation (keterbelakangan mental taraf sedang). Asessment kami lakukan karena secara logika, anak dengan taraf IQ moderate MR tebtunya akan mengalami banyak hambatan dalam hal akademik dan kehidupan kesehariannya. Namum kenyataannya, anak tersebut bisa menulis, membaca, juga bisa menghafal do’a dan surat2 pendek. Dari asessment yang kami lakukan, baru lah kami bisa mengetahui mengapa ia memiliki taraf IQ yang rendah. Ternyata, ia memiliki kesulitan dalam memproses informasi yang masuk sehingga ia mengalami hambatan dalam menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Karena itu, dibutuhkan terapi yang intensif guna meningkatkan kemampuannya dalam memproses informasi yang masuk sehingga diharapkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah juga semakin baik. Atau bila ternyata anak Ibu mengalami gangguan perkembangan, seperti Autisme, maka akan berbeda pula treatment yg harus dilakukan. Bila memang ternyata anak Ibu, “pure”, hanya mengalami IQ rendah, maka pertanyaan selanjutnya adalah : - Pada level berapa IQ yang dimiliki oleh anak Ibu? Karena untuk setiap level, treatment yang dilakukan juga akan berbeda. Yang jelas, untuk anak-anak yang memiliki IQ dibawah rata2 (taraf borderline – moderate), maka yang bisa kita lakukan dalam menyusun strategi program pembelajaran adalah sbb : a. Pelajaran harus bersifat konkrit (erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari). b. Metode pengajaran dengan pendekatan individual (tidak bisa dalam kelas besar). c. Pengulangan terhadap materi pelajaran harus dillakukan secara terus menerus. d. Memecah satu tugas besar menjadi beberapa bagian yg kemudian dipelajari anak secara bertahap, sehingga anak bisa lebih mudah memahami dan melakukannya. e. Menggunakan berbagai media yang bisa memudahkan anak untuk dapat lebih memahami materi pelajaran. f. Jangan terlalu menuntut syarat2 akademik yang tinggi. g. Kata-kata yang digunakan haruslah kata2 yang sederhana dan mudah dipahami anak. h. Mengajarkan kemandirian dan keterampilan pada anak mendapat porsi terbesar dalam proses pembelajaran. Saat ini, yang perlu Ibu lakukan adalah mulai mengidentifikasi dan memahami apa bakat dan potensi yang dominan pada anak yang kemudian bisa kita kembangkan sehingga kelak bakat dan potensinya tersebut bisa menjadi bekal anak untuk hidup mandiri di masa datang. Saya punya beberapa teman, para Ibu yang Subhanallah, luar biasa… Ada seorg Ibu yang sampai saat ini anaknya sudah berusia 11 thn, dengan autisme, belum bisa bicara, masih hyperaktive, secara akademik pun tidak mengalami kemajuan berarti, namun pada akhirnya kita menemukan sisi potensi pada anak tersebut. Ternyata ia sangat terampil mengerjakan tugas2 rumah tangga, seperti menjemur, membersihkan rumah dan dapur, dll. Alhamdulillah, dengan penuh kebanggaan sang Ibu mengatakan, “Alhamdulillah ya Bu Fajri, InshaALLAH ke depan anak saya mungkin bisa bekerja di bagian bersih2 ya….”. Subhanallah…. memiliki anak dengan kebutuhan khusus akan membuat kita jauh lebih bisa mensyukuri nikmat2 yang ALLAH berikan yang terkait dengan perkembangan anak. Meski kelihatannya sepele, tapi kita akan jauh lebih bisa menyadari arti perkembangan tersebut dan senantiasa bersyukur kepadaNYA. Jangan Ibu terlalu banyak berpikir tentang masa depan, karena itu hanya akan membuat Ibu menjadi semakin stress. Fokuslah pada apa yang bisa Ibu lakukan pada anak saat ini. Kita wajib berikhtiar semaksimal yang kita mampu. Setelah itu, kita pasrahkan kepada ALLAH saja. ALLAH lah yang memberikan amanah anak spesial tsb kepada kita. InshaALLAH DIA pula yang akan menjaganya dengan sebaik2 penjagaan. Tetap semangat ya Bu….. Sun sayang saya untuk ke-dua putrinya yang cantik2…. Wassalamu’alaykum wr wb Fajriati Maesyaroh, Psi. Sumber:http://rumahbungamatahari.wordpress.com/biro-psikologi-anak-dan-keluarga/anak-anak-spesial/anak-berkebutuhan-khusus-iq-rendah/

Kasus Crouzon Syndrome

Assalamu'alaikum WW. Perkenankan saya bercerita sekali lagi mengenai putri saya yang istimewa dalam hubungannya dengan pendidikan. Mudah-mudahan cerita ini dapat menimbulkan inspirasi pada teman-teman dalam berhubungan dengan anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Anak saya didiagnosa Crouzon Syndrome pada usia 1,5 tahun oleh seorang dokter dari Australia (kebetulan dia punya jadwal datang ke Jakarta 2 X setahun). Perbedaannya sudah langsung tampak sejak lahir. Perbedaan penampilan fisik ini diiringi pula dengan gejala lain, yaitu matanya mudah lelah dan iritasi, tidurnya ngorok, sulit menelan makanan, kurang pendengaran, gigi rapuh. Pada tahun pertamanya fisiknya lemah dan perkembangannya lambat. Dan yang paling bikin ibunya stress, dia sangat sensitif, mudah menangis dan mengamuk. Kalau menangis bisa menghabiskan waktu 1 jam tanpa bisa dibujuk, hingga akhirnya berhenti karena kelelahan. Setelah pertemuan saya dengan dokter dari Australia itu, diputuskan untuk dilakukan operasi (rekonstruksi tulang tengkorak kepalanya) untuk menyelamatkan perkembangan otak dan syaraf matanya, sebab bila tidak, akan mengganggu perkembangan mental dan penglihatannya . Pada usia 2 tahun (1996) putri saya di operasi di Women and Children Hospital Adelaide Australia oleh Dr. David David. Kami berada di sana selama 1 bulan. Sejauh yang saya tahu, operasi semacam itu belum dapat dilakukan di Indonesia saat itu. Terus terang saya sangat terkesan dengan sistem kerja di sana, yang terstruktur dan melibatkan satu tim yang bekerja sinergi. Bukan hanya kesehatan fisik pasiennya saja yang diperhatikan, tetapi juga kesehatan mentalnya. Oleh karena itu peran psikolog dan pekerja sosialnya sangat besar. Mereka juga memberikan dukungan yang sangat positif terhadap keluarga pasien agar selalu optimis. Kondisi ini secara tidak langsung juga mendukung pada proses pemulihan anak. Ini merupakan satu operasi dari serangkaian operasi yang mungkin akan dihadapinya lagi. Operasi berikutnya baru dapat dilakukan bila anak sudah berusia remaja. Dari beberapa kasus yang saya ketahui, kasus seperti ini membutuhkan belasan kali operasi. Sepulang dari sana, saya diberi PR untuk penanganan anak saya selanjutnya. Putri saya (karena kurang pendengaran) harus mengikuti terapi bicara untuk mengembangkan kemampuan komunikasinya, terapi ini dijalani selama 2 tahun, sempat berhenti karena kondisi sosial politik di Jakarta tidak mendukung (kebetulan tempat terapinya di Jalan Salemba yang seringkali demo mahasiswa). Dilanjutkan lagi dengan terapi bahasa 6 bulan sebelum masuk SD. Selain terapi, dia juga rajin ke dokter karena sering sakit pilek (konstruksi hidungnya membuat dia gampang sakit dan susah sembuh), rajin ke dokter gigi karena giginya yang rapuh, gampang bolong meski rajin disikat. Dia juga pakai kacamata prisma, karena jarak antar matanya yang terlalu jauh menyebabkan otot matanya bekerja lebih keras untuk melihat jarak dekat (padahal dia senang sekali membaca, menulis dan menggambar). Saya juga nggak bisa mengharapkan ia makan banyak, karena kerongkongannya yang kecil menghambat dia makan terlalu banyak. Untuk masalah fisik, saya tinggal mengikuti panduan dari dokter saja. Namun untuk masalah konsep diri, sosialisasi dan pendidikannya, keluarganya harus berperan aktif. Saya masukkan anak saya ke Kelompok Bermain pada usia 2,5 tahun karena saya melihat dia sangat tidak percaya diri dan dependen. Saya berharap dia memperoleh kesempatan bersosialisasi lebih banyak. Sayangnya dia sempat ditolak karena disangka terbelakang dan kepseknya saat itu khawatir kalau teman-temannya yang lain akan ketakutan. Saya sedih sekali saat itu, saya katakan kepada kepala sekolahnya, bahwa saya tahu benar kalau anak saya tidak terbelakang, dan dia tidak akan mengganggu teman-temannya (misalnya, memukul), tapi memang anak saya berbeda. Justru di sini saya berharap dengan keberadaan anak saya tidak hanya menguntungkan anak saya saja, tapi juga menguntungkan anak lain, karena anak-anak lain menjadi tahu, bahwa tidak ada orang yang sempurna di dunia ini, dan mereka juga jadi tahu bagaimana caranya bergaul dengan teman yang memiliki kekurangan atau keterbatasan tertentu. Singkatnya akhirnya anak saya sekolah di situ sampai TK-B. Saya sengaja memilih sekolah dengan kelas kecil (jumlah murid sedikit, hanya 12 orang dengan 1 orang guru) dengan harapan perhatian guru tidak terlalu terbagi, karena dengan keterbatasan pendengarannya, guru sering kali harus mengulang instruksi 2 sampai 3 kali pada anak saya (anak saya tidak mau pakai hearing aid karena dirasa mengganggu). Selama anak saya TK saya mulai hunting mencari SD yang kira-kira dapat menerima anak saya dengan kondisinya. Menurut saya anak saya membutuhkan sekolah dengan metode active learning, jumlah murid sedikit sehingga guru dapat menangani murid secara individual dan yang terpenting lingkungan sekolah yang kondusif untuk perkembangan konsep dirinya. Saya juga menghindari sekolah yang menerapkan sistem seleksi dengan menggunakan tes kecerdasan, karena saya khawatir meski anak saya berhasil masuk, namun akan mengalami stress karena beban belajar yang tinggi (biasanya sekolah dengan sistem seleksi ini mengharapkan muridnya relatif homogen untuk memudahkan penyampaian pelajaran). Alhamdulillah saya mendapatkan sekolah yang sesuai dengan harapan. Sekolah sangat welcome dengan anak saya (dan juga anak-anak lain yang mempunyai kebutuhan khusus). Setelah anak saya mengikuti try out (bukan seleksi, tapi lebih pada mengetahui sampai sejauh mana kemampuannya), saya bersama suami saya diundang untuk berdiskusi dengan pihak sekolah. Pertanyaan awal yang sangat menyentuh saya saat itu adalah ketika pihak sekolah bertanya, "Apa yang Bapak dan Ibu harapkan dari sekolah untuk perkembangan putri Bapak dan Ibu?" Intinya, diskusi kami dengan pihak sekolah membicarakan apa saja yang akan dilakukan oleh pihak sekolah (berkaitan dengan kebutuhan khusus anak) baik menyangkut proses belajar mengajar di kelas, sosialisasi dengan teman dan juga kebutuhan khusus fisiknya (harus gosok gigi setiap selesai makan, dan sering-sering membersihkan mata), apa yang perlu dilakukan orang tua di rumah, termasuk juga mempersiapkan kakaknya untuk menerima pertanyaan-pertanyaan dari teman-temannya mengenai adiknya yang "berbeda". Pokoknya kami membahas segala hal yang berpeluang menjadi masalah. Alhamdulillah sekali lagi. Saat ini putri kami sangat bersemangat sekolah, motivasi belajarnya sangat tinggi, terutama membaca, menulis dan menggambar. Masih agak pasif dan pemalu, namun dia tidak menolak untuk bergaul dengan teman yang mengajaknya. Saya amati dengan metode active learning dan pendekatan anak secara individual (memperlakukan anak sesuai dengan potensi dan kebutuhan anak), anak saya memperoleh perkembangan pesat dalam pemahamannya terhadap materi pelajaran yang diberikan. Di samping itu keberadaan anak-anak yang berkebutuhan khusus di sekolah memberikan nilai tambah bagi anak-anak yang lain sehingga dapat mengembangkan kemampuan empati terhadap temannya. Dari hasil ngobrol-ngobrol dengan orang tua yang lain, perkembangan positif ini tidak hanya dialami anak saya tapi juga anak-anak lain, misalnya, anak Autis, ADD, ADHD, Asperger, dan lain-lain. Satu hal yang mungkin agak mengganggu adalah masalah biaya yang tidak sedikit. Akibatnya tidak setiap anak dapat memperoleh kesempatan menikmati pendidikan yang baik. Nggak ada salahnya kalau saya mengulangi lagi, nampaknya perlu dipikirkan cara lain agar sedapat mungkin banyak sekolah/lembaga pendidikan yang dapat memberikan kesempatan pada anak-anak baik yang normal maupun yang memiliki kebutuhan khusus untuk dapat berkembang optimal, baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya. Sekian dulu Wassalamu'alaikum WW. Yeti Sumber:http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/763

Rabu, 21 April 2010

Kasus Disleksia(2)

Deskripsi: Aku tidak pernah ikut menyanyi. Aku tidak bisa mengingat kata-katanya, dan aku tidak bisa mengucapkan kata-kata itu dengan cepat. Kadang-kadang aku hanya menggerak-gerakkan mulut. Aku akan pura-pura atau menyanyi sedikit kalau aku ingat. Kalau aku berbuat salah, tidak akan ada yang tahu … Bagiku, huruf-huruf itu sama sekali tidak masuk akal. Mengenali huruf-huruf itu saja aku tidak bisa. Semuanya hanya kelihatan seperti garis lekuk-lekuk yang tidak ada artinya.” -David, 7 tahun. Akulah ibunya. Akan kulakukan semuanya untuk membantu David. Seandainya aku bisa “mengerti” dyslexia (disleksia), mungkin aku bisa menyingkirkannya dari David. Saat David sakit selagi masih bayi, biasanya aku menciumnya, berharap penyakitnya akan pindah ke tubuhku yang lebih kuat. Bagi orang lain, susah sekali memahami apa yang dikatakan David. Kurasa, kesulitan itu membuatnya frustrasi. Disleksia memengaruhi bagaimana perasaan David tentang dirinya sendiri, bagaimana interaksinya dengan orang lain, bagaimana dia mengelola amarahnya, dan bagaimana dia menentukan minatnya. Aku tahu, banyak tokoh yang dulunya menyandang disleksia kini termasyhur: - Albert Einstein, - Muhammad Ali, - Keanu Reeves, - Tom Cruise, - Robin Williams, - Whoopi Goldberg. Dan aku akan membantu David menjadi besar seperti mereka. *** “Bacaan yang memukau dan informatif…bagi orangtua dan guru yang ingin mengubah stigma anak dengan label menyandang kesulitan membaca.” -Jane M. Healy, Ph.D., penulis buku Your Child’s Growing Mind: A Guide to Brain Development and Learning from Birth to Adolescence. “Living with Dyslexia sangat memilukan namun membangkitkan semangat. Ibu dan putra berhasil menulis sebuah kisah yang tajam dan menggugah tentang bagaimana disleksia memengaruhi keluarga.” -Barbara Corcoran, penulis buku Use What You’ve Got & Other Business Lessons I Learned from My Mom, ketua The Corcoran Group Sumber: http://inibukuanak.wordpress.com/category/dyslexia/

Kasus Disleksia(1)

Category Archive You are currently browsing the category archive for the 'dyslexia' category. Apakah murid saya disleksik? Februari 26, 2008 in buku anak, dyslexia | Tinggalkan komentar gemd_02_img0088.jpg Saya guru kelas empat dengan seorang anak yang berusaha keras sekali. Dia dan ibunya berusaha membaca 10 kata setiap minggu. Dia bisa mendapatkan 8 dari 10 secara baik. Dia biasanya mendapatkan huruf tepat untuk kata tertentu, tapi tidak dalam urutan benar (misalnya, “pohon” menjadi “ponoh”). Dia telah diuji dan hasilnya menunjukkan ketidakmampuan belajar. Fasilitator ujian itu merasa bahwa anak ini hanya menebak untuk itu ia menghentikan ujian itu. Ia membaca seperti anak kelas 1, bisa matematika tapi harus bertarung untuk membaca. Dia juga mendapatkan kesulitan dengan pengalian (angka). Saya ingin membantunya, dan begitu pula keluarganya. Apakah ia disleksik? JAWAB: kesulitannya dengan pengucapan “berloncat”, masalah kata-kata dan kemampuan mengurut dalam perkalian adalah indikator kuat anak itu disleksik. Sebaiknya hubungi psikolog profesional untuk memastikan. (John Bradford) Megan (USA) Saya didiagnosis disleksik di kelas 1 setelah mendapatkan 180 dalam tes IQ dan tidak dapat membaca. Saya akhirnya harus menghabiskan waktu di sekolah untuk kelas khusus belajar. Saya dinyatakan spesial tapi pada umur 9 setiap anak ingin menjadi orang bisa dan tak ingin menjadi spesial, saya membenci kata itu hari ini. Saya adalah anak yang tak pernah mengikuti pentunjuk bukan karena saya tak mendengarkan tapi karena saya tidak mengerti apa yang ditanyakan. Bertahun-tahun saya belajar untuk mengikat sepatu dan ibu saya selalu meletakkan sepatu kiri saya sehingga saya bisa mengerti mana sepatu kiri dari kanan. Saya ke kamar mandi setiap hari saat harus membaca keras di kelas, saya mengambil ujian lisan dan harus meminta orang lain membacakan soal ujian. Saya bisa matematika tapi tak bisa mendapatkan kata-kata yang tepat untuk menyelamatkan diri saya. Hari ini usia saya 26 dan tetap membaca seperti kelas 5. Saya kuliah karena mendapatkan beasiswa sepakbola. Jika saya mendapatkan nilai A adalah mata kuliah Logic, apa lagi? Saya belajar dengan gaya saya dan bisa lulus kuliah satu semester lebih awal dari yang lain. Saya tak dapat melanjutkan ke S2 karena tidak dapat meyakinkan guru bahwa saya perlu pembaca untuk membantu ujian saya. Guru itu dipecat dan saya lulus dengan cepat. Ibu saya berpikir bahwa saya akan menjadi guru hebat karena saya telah mengalahkan sistem yang ada, tapi jujur saya pikir bahwa lebih baik menjadi guru yang bisa membaca dan berbicara dengan baik. Sekarang saya adalah pekerja sosial, dan senang menolong orang seperti yang telah dilakukan guru-guru saya dulu. Hidup saya lebih mudah daripada sekolah. Saya dapat mengubah huruf, dan ucapan saya tetap payah. Namun saya belajar mengikat tali sepatu, dan tak perlu mana sepatu kiri mana kanan. Saya tak peduli membaca keras-keras selama tak ada orang yang mendengarkan. Sumber:http://inibukuanak.wordpress.com/category/dyslexia/

Kasus kesulitan Membaca pada Anak(2)

Entah kebetulan atau tidak. Kekhususan juga dialami anak kedua dan ketiga. Perjalanan keduanya hampir sama dengan Ajeng. Baik Bambang Wyasa (10) dan Bambang Triartho (9) dilahirkan dengan kondisi leher terlilit tali pusat. Fase merangkak juga tidak dilalui anak-anak yang kupanggil Dimas dan Aryo ini. Dimas didiganosis mengalami gangguan konsentrasi dan perilaku. Kadang, ia menunjukkan sikap cueknya. Saat guru menerangkan, dia malah tiduran sambil membaca buku. Ditegur guru, eh, dia malah marah. Aryo agak lain. Kemampuan bicaranya lebih baik daripada Dimas dan Ajeng. Begitu juga kemampuan sosialisasinya. Dari ketiga anak saya, Aryo memiliki IQ dengan poin tertinggi padahal dua kakaknya memiliki IQ di atas rata-rata (superior). Aryo juga tidak memiliki gangguan perilaku. Hanya saja, saya melihat ada keanehan. Meski IQ-nya di atas rata-rata bahkan terbaik di antara teman-teman sekelasnya, prestasi Aryo justru paling rendah. Guru-gurunya juga sempat heran. Psikolog atau psikiater yang saya mintai bantuan pun mengatakan, Aryo adalah anak normal. Kelemahannya, dia sulit membaca karena ternyata mengalami disleksia. CAMBUK KOREKSI Hidup dengan tiga anak yang memiliki gangguan perilaku jelas tidak mudah. Setiap hari, rumah kami jauh dari rapi dan bersih. Rumah bukan saja mirip kapal tumpah, tapi kapal meledak. Mereka senang membuat semrawut ruangan. Saya juga tidak ingat, ada berapa ratusan makian atau ledekan yang sampai ke telingaku akibat perilaku mereka. Utamanya dari orang yang belum tahu kekhususan anak-anak saya. Sampai-sampai, ruangan BP dan guru di sekolah mereka menjadi kantor kedua saya saking seringnya saya dipanggil ke sana. Saya hanya bisa bersabar. Membuat hasil yang bagus membutuhkan perjuangan yang tidak sebentar. Hikmahnya, dengan memiliki anak-anak seperti Ajeng, Dimas, dan Aryo, saya jadi lebih pintar soal perkembangan, pendidikan, dan gangguan perilaku anak. Sejak 1996 ketika internet belum semarak sekarang, saya sudah sering membuka situs-situs yang memuat informasi tentang disleksia. Saya akui, hati saya memang hancur dan dada saya seakan remuk demi melihat ketiga anak yang memiliki kekhususan. Namun, saya tidak boleh larut terus dalam penolakan, saya harus berjuang agar potensi mereka dapat berkembang dengan baik. Lantas, saya memutuskan untuk berpikir positif. Mungkin Tuhan memberikan mereka kepada saya sebagai anugerah untuk mulai melakukan koreksi. Terus terang saja, sebelum ini saya senang merendahkan orang. Misalnya saja, bawahan yang kerjanya kurang becus bisa langsung saya hardik, ’Kamu dan saya sama-sama makan nasi, tapi kenapa saya bisa kamu tidak!’ Alhasil, saya jadi belajar untuk lebih bisa bersabar. Asal tahu saja, saya termasuk tipe orang yang maunya serbacepat, serbadisiplin, serbateratur, dan serbarapi. Mungkin karena saya dididik dengan pola asuh orangtua yang besar di Eropa. Saya bisa marah jika melihat ketidakteraturan atau kesemrawutan. Dengan hadirnya ketiga anak yang membutuhkan perlakuan khusus, saya jadi tercambuk untuk bersikap realitis dan tidak memasang target terlalu tinggi. Untuk ketiganya, saya hanya bisa berusaha keras membuat potensi mereka berkembang optimal. Syukurlah, kemampuan akademik anak-anakku cukup melesat. Ajeng selalu menjadi langganan ranking satu di SD Pantara. Bahkan, dia berhasil masuk sekolah umum, SMP St. Bellarminus. Prestasi Dimas juga dapat dibanggakan. Di sekolah dia termasuk pelajar berprestasi, tingkah lakunya juga sudah dapat diatur. Melihat perkembangan tersebut, saya mulai optimis untuk merancang masa depan mereka. Saya tidak menuntut mereka kuliah dan mendapatkan indeks prestasi akademik tinggi. Yang saya inginkan, mereka punya keterampilan yang dapat dibanggakan. Mereka boleh menggeluti bidang apa saja, asalkan berusaha menjadi yang terbaik. sumber: http://www.tabloid-nakita.com/Jendela/jendela10492.htm