Jumat, 12 November 2010
Dampak Aborsi
RESIKO ABORSI
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang”.
Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
2. Resiko gangguan psikologis
Resiko kesehatan dan keselamatan fisik
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
1. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya
6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
9. Kanker hati (Liver Cancer)
10. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat
pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
11. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
12. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Resiko kesehatan mental
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
1. Kehilangan harga diri (82%)
2. Berteriak-teriak histeris (51%)
3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.
Sumber :
http://www.aborsi.org/resiko.htm
Rabu, 03 November 2010
Tes untuk Mengetahiui Kelamin Bayi
Liputan6.com, London: Sebuah tes baru yang dapat mengetahui jenis kelamin bayi bahkan ketika janin baru berumur 7 minggu telah tersedia di beberapa negara. Cara ini diketahui lebih efektif jika dibandingkan dengan tes yang menggunakan metode Ultrasound Scan.
Seperti dikutip dari Medindia, Selasa (2/10), tes ini bekerja dengan mendeteksi keberadaan kromosom Y yang terkandung dalam darah sang ibu, tes tersebut bahkan dapat dilakukan setelah 7 minggu pembuahan terjadi. Menurut para ahli, makin dini mengetahui jenis kelamin janin, akan makin baik memprediksi penyakit yang diderita bayi dalam kandungan.
Walaupun memiliki banyak keuntungan, tetapi tes ini juga menimbulkan protes dari para praktisi ginekologi yang khawatir akan meningkatnya jumlah wanita yang melakukan aborsi. Mereka beranggapan bahwa jika wanita mengetahui jenis kelamin calon bayinya dan tidak menginginkannya biasanya para wanita tersebut berinisiatif untuk mengaborsi janinnya.
"Kita harus ingat bahwa jenis kelamin janin tidak cukup kuat untuk dijadikan alasan untuk melakukan aborsi, sehingga mereka yang ingin melakukannya harus melakukannya secara ilegal," kata Profesor Abraham Steinberg, irektur RS Shaare Zedek.(AYB)
sumber:
http://kesehatan.liputan6.com/berita/201011/304493/Tes.Untuk.Mengetahui.Kelamin.Bayi
Anak Tingkatkan rasa percaya Diri Wanita
Liputan6.com, Taiwan: Anak adalah anugerah terindah yang dimiliki setiap pasangan orang tua. Siapa sangka selain menghadirkan kebahagiaan, kehadiran seorang anak juga dapat meningkatkan rasa percaya diri seorang wanita. Demikian rilis Telegraph, Selasa (23/3).
Menurut penelitian memiliki anak dapat memangkas peluang seorang wanita untuk melakukan bunuh diri. Peneliti juga mengatakan memiliki anak dengan alasan dapat meningkatkan kebahagiaan dan rasa percaya diri dapat dirasakan wanita pasca melahirkan.
Menjadi seorang ibu lebih sering memiliki banyak jaringan dukungan sosial dibanding dengan wanita yang tidak mempunyai anak. Sebuah penelitian dengan melibatkan 1.292.462 wanita dengan usia di atas 20 tahun ditemukan bahwa ibu memang memiliki efek perlindungan.
Wanita dengan dua anak 39 persen lebih kecil kemungkinannya untuk memiliki kehidupan mereka sendiri daripada wanita yang hanya memiliki satu orang anak. Dan angka itu meningkat menjadi 60 persen di antara wanita yang memiliki tiga anak.
"Yang jelas dari penelitian ini ditemukan kecenderungan ke arah pengurangan tingkat bunuh diri dengan meningkatkan jumlah anak-anak setelah usia pertama pengendalian kelahiran, status perkawinan, tahun di sekolah, dan pengiriman," kata Dr Chun-Yuh Yang, dari Kaoshiung Medical University di Taiwan.
Mengingat bahwa perempuan yang masuk dalam studi ini tergolong masih muda (sebagian besar kematian akibat bunuh diri yang terjadi sebelum usia premenopause) dan termuda di antara yang dilaporkan untuk setiap negara, penemuan ini sangat penting. Yang menambahkan, "Kehadiran anak-anak dapat meningkatkan perasaan percaya diri seorang ibu, mungkin berdasarkan pada persepsi yang diperlukan."(AYB)
Sumber:
http://kesehatan.liputan6.com/berita/201003/269092/Anak.Tingkatkan.Kepercayaan.Diri.Wanita
10 Tanda wanita yang Percaya diri
1. Masuk dengan gaya
Sebelum memasuki ruangan, periksalah kepercayaan diri Anda. Untuk memancarkan kepercayaan diri, Anda perlu memastikan bahwa Anda sudah nyaman dengan diri sendiri. Rasa ketidakpercayaandiri, malu-malu, atau rendah diri akan membuat orang-orang memalingkan wajahnya dari Anda. Jika Anda memasuki sebuah ruangan besar, Anda tak tahu siapa yang akan ada di ruangan tersebut, tujukan langkah Anda ke pojok belakang ruangan, dengan begini, kemungkinan terbesar orang yang mengenal Anda akan menyapa Anda sepanjang perjalanan tersebut.
2. Berani memulai
Bagaimana bisa membuat diri Anda terlihat percaya diri jika masih memiliki phobia untuk memulai percakapan? Sebelum memasuki ruangan yang berisi orang-orang lain, buatlah diri Anda lebih bersemangat dan pikirkan apa yang bisa Anda dapatkan jika bisa berkenalan dengan banyak orang. Ketika Anda berada dalam sebuah situasi, di tempat yang sangat asing, tapi Anda harus duduk bersama orang yang belum Anda kenal selama berjam-jam, cobalah untuk memberanikan diri memulai. Palingkan wajah ke orang terdekat, senyum lebar dan tulus, kenalkan diri Anda seraya mengajak berjabat tangan. Mulailah bertanya seputar hal-hal umum, misal, nama, asal, dan seputar acara yang Anda hadiri tersebut.
3. Hadapi dengan anggun
Akan ada saat-saat Anda bertemu dengan situasi yang tak mengenakkan, misal, Anda lupa nama seseorang. Jika hal ini terjadi, ingatlah bahwa hal semacam ini bisa saja terjadi pada siapa pun, jadi jangan terlalu berkecil hati. Langkah pertama yang bisa Anda lakukan adalah mengakui bahwa Anda melupakan namanya. Kedua, Anda bisa bergurau mengenai kelupaan tersebut. Harapannya, ia akan menyebutkan namanya kembali. Ketika ia menyebutkannya kembali, katakan, “Saya tak akan lupa lagi,” lalu lanjutkan percakapannya.
4. Cerita yang berkesan
Cerita yang berkesan bisa jadi pencair suasana. Namun, perlu diingat, cerita tersebut, jika dimaksudkan untuk mencairkan suasana, harus yang memiliki pesan yang amat menyentuh atau sangat lucu. Ketika bercerita, pastikan Anda tidak melupakan detail-detail pentingnya. Gerak tubuh masih bisa diterima, asalkan masih dalam bentuk wajar dan natural. Namun, cerita yang menarik sebenarnya tidak terlalu perlu bumbu-bumbu gerakan yang berlebihan, yang penting adalah pemilihan kata-katanya.
5. Tetap tenang
Ketika Anda merasa gugup dan perlu pengalih perhatian, coba lakukan aktivitas aerobik mendadak, misal, berlompat-lompat, atau berlari di tempat. Lalu cobalah untuk memfokuskan diri. Cari tempat tenang untuk menyendiri dan mengambil napas sejenak sebelum Anda memasuki ruangan. Lalu ambil napas dalam-dalam dan perlahan ketika memasuki ruangan dan menempati posisi Anda di hadapan orang lain. Jangan lupa untuk tersenyum kepada mereka sambil menatap mata mereka.
6. Vini, Vidi, Vici
Ketika Anda menginginkan sesuatu, lakukanlah dengan perhitungan dan dengan bijak. Misal, saat Anda merasa sudah saatnya mendapatkan kenaikan gaji karena perbandingan pekerjaan yang Anda lakukan dan gaji yang didapat tidak seimbang. Jika memang ingin mendapatkan kenaikan, coba lakukan dengan cepat, tepat, dan sopan. Misal, di pagi hari, tanyakan padanya bahwa Anda ingin bicara dengannya, dan tanyakan kapan ia memiliki waktu luang untuk bicara. Ketika sudah berhadapan dengannya, katakan betapa Anda menyukai pekerjaan ini, jabatan Anda, juga sebutkan hasil pekerjaan terbaik yang Anda hasilkan. Lalu, tanyakan padanya, ” Mungkinkah Bapak/Ibu bisa mempertimbangkan kenaikan gaji untuk saya?” Jangan ucapkan angka spesifik kecuali ditanyakan. Akhiri percakapan dengan “Mengenai hal ini, tak perlu dijawab dengan segera.” Hal ini akan membuat bos Anda berpikir bahwa ia masih memiliki kontrol dan mudah-mudahan akan lebih dermawan dalam menawarkan kenaikan Anda.
7. Saat bernegosiasi
Saat Anda akan melakukan sebuah negosiasi atau penawaran, jangan lupa untuk memperkaya diri dengan pengetahuan. Cari informasi sebanyak-banyaknya mengenai apa yang Anda inginkan. Saat akan bernegosiasi, selalu minta lebih dari yang mereka tawarkan, dan tawarkan nilai di bawah limit Anda. Jika masih ragu, pikirkan kembali, baru putuskan keesokan harinya.
8. Hadapi ketakutan
Rasa takut mirip dengan rasa sakit. Hal ini akan membantu Anda menunjuk hal yang mengganggu pikiran Anda. Ketika Anda menghadapi ketakutan akan sesuatu, cobalah untuk menghadapinya. Bayangkan situasi yang menakutkan tersebut di kepala Anda, lalu bayangkan langkah-langkah yang bisa Anda lakukan untuk menghadapi situasi tersebut. Lalu, alihkan pikiran tersebut ke hal yang menenangkan untuk Anda, misal, pinggir pantai atau mentari tenggelam. Saat melakukan perpindahan bayangan-bayangan tadi, jangan lupa untuk menjaga alur napas Anda agar tetap teratur.
9. Jangan terintimidasi
Hentikan pikiran-pikiran negatif di kepala Anda, lalu visualisasikan diri Anda mendorong orang lain 100 langkah menjauh dari Anda. Bayangkan orang-orang tersebut sangat kecil dan berwarna hitam-putih. Ini akan menghilangkan rasa inferior di dalam Anda. Nah, lakukan hal ini ketika Anda merasa kurang percaya diri berada di tengah-tengah perbincangan dengan orang yang belum Anda kenal dekat. Ketika secara mental Anda sudah berhasil menempatkan landasannya, Anda akan menjadi orang yang merasa bahwa alur perbincangan itu berada di tangan Anda. Jangan lemparkan topik yang isinya bisa memicu kompetisi atau sifat defensif dari orang tersebut, tapi mulailah dengan pertanyaan-pertanyaan seputar hal yang personal. Jangan lupakan ketulusan.
10. Melemparkan lelucon
Saat Anda akan melempar lelucon, jangan mengatakan bahwa Anda akan menceritakan lelucon, karena hal ini akan membuat si pendengar memasang ekspektasi tinggi, dan ketika cerita Anda tak terlalu lucu, malah akan terkesan garing. Lelucon yang lucu bisa dihubungkan dengan topik perbincangan sebelumnya, sehingga orang-orang akan merasa terhisap ke perkataan Anda itu, dan akan merasa lelucon Anda itu sangat lucu, karena datang tanpa diduga. Ketika lelucon Anda berhasil membuat orang tertawa, jangan tergoda untuk melontarkan lelucon lain. Biarkan mereka merasa ingin lebih dari Anda.
Sumber: redbook, Editor: NF, kompas.com
kasus penyimpangan Seksual
JEMBRANA, TRIBUN-TIMUR.COM -- GA (18) pelaku pemerkosaan terhadap sapi di Jembrana mengaku tidak merasa bersetubuh dengan sapi melainkan dengan seorang wanita berwajah cantik.
"Saat diinterogasi, anak ini mengaku merasa melihat wanita cantik. Dirinya pun merasa seperti terbang," ujar Ida Bagus Legawa.
Legawa menambahkan, lokasi terjadinya persetubuhan GA dengan sapi itu dipercaya banyak warga sebagai tempat tinggal makhluk halus. Beberapa warga mengaku sering melihat seorang wanita cantik dan pria tampan di tempat tersebut.
Menurut dia, jika perilaku itu dilakukan karena atas dasar hawa nafsu, maka itu tetap tidak benar. "Kondisi alam di situ memang penuh nuansa niskala (tidak nyata, Red)" ujarnya.
Secara logika, imbuhnya, GA yang bertubuh pendek -sekitar 160 sentimeter- tidak mungkin alat kelaminnya akan dapat menyentuh alat kelamin sapi. "Apalagi dilakukan dengan posisi berdiri," ucap Legawa.
Tetapi, katanya, sang pelaku yakin bahwa kala itu tidak sedang bersetubuh dengan sapi. "Melainkan dengan wanita cantik," ulang Legawa.
Catatan Surya, kasus serupa pernah terjadi di Kabupaten Buleleng, Bali, Agustus 2008 silam. Kala itu, pelakunya adalah kakek bernama Nengah Sutarya. Perbuatan mesum ini dilakukan Sutarya di kandang sapi `malang' tersebut, di Desa Julah, Tejakula, Buleleng.
Menurut Ketua Kelian (Kepala) Desa Pakraman Julah, Ketut Sidemen, sang kakek tepergok seorang warga sedang telanjang sambil memegang pantat sapi betina milik keponakannya.
Akibat perbuatan tak senonoh tersebut, pada awal September 2009 Sutarya harus menanggung biaya upacara Pecaruan Balik Sumpah. Upacara ini dilakukan untuk membersihkan desa yang ternoda oleh perbuatan Sutarya. Termasuk juga untuk mencegah kejadian serupa terulang di kemudian hari. (surya)
Operasi Pelastik bagi Wanita
PEREMPUAN & IDEALISME CANTIK
Dalam penelitian yang digagas Dove dengan lembaga penelitian Research International, ditemukan bahwa perempuan merasa dirinya ideal dengan tubuhnya dan merasa cantik, faktor pendorong utamanya lebih ditentukan oleh rasa humor, kebahagiaan, harga diri, kebijaksanaan dan inteligensia yang tinggi dibandingkan dengan dorongan aspek daya tarik (sex appeal) yang kuat dan alasan usia yang belia.
Sementara, pada saat yang bersamaan, beberapa wanita, terutama wanita Indonesia, menjadikan faktor spritual dan keimanan sebagai atribut terpenting untuk merasa cantik. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa faktor batiniah jauh lebih penting dibandingkan faktor lahiriah bagi wanita Asia untuk percaya bahwa diri mereka cantik.
Bicara soal kepuasan kecantikan yang dimilik, dari hasil penelitian itu wanita Filipina, 87% diantaranya, menyatakan bahwa mereka puas dengan kecantikan yang dimiliki. Sementara, wanita Indonesia, Jepang dan Korea memilih ‘sangat tidak puas’ dengan kecantikan yang mereka miliki. Apabila ditelaah lebih lanjut, khususnya wanita di Bandung, ternyata mempunyai tingkat kepuasan jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang berada di Medan dan Jakarta akan kecantikan yang dimiliki.
Percaya atau tidak, dalam penelitian itu juga menemukan fakta menarik tentang perempuan Indonesia. Di Indonesia, hanya 1% wanita yang menganggap diri mereka cantik. Wow…kurang cantikkah perempuan Indonesia? Kurang percaya diri?
Salah satu temuan penelitian tersebut mengungkapkan bahwa media memainkan peranan penting dalam membentuk persepsi wanita akan kecantikan. Hampir seluruh wanita Asia menyatakan bahwa media dan insan periklanan menciptakan standar tinggi yang tidak realistis akan kecantikan. Pada saat yang bersamaan, sejumlah wanita Asia – antara sepertiga hingga setengah di setiap negara – percaya wanita Barat lebih cantik. Hal ini mungkin disebabkan oleh dampak penayangan begitu banyak model dan selebriti di dunia yang berasal dari negara Barat.
OPERASI PLASTIK SEBAGAI JALAN PINTAS
Jika membandingkan negara mana yang para wanitanya mempertimbangkan operasi plastik (cosmetic surgery) untuk dapat mempercantik mereka, Indonesia berada diurutan yang paling bawah (4%) diikuti oleh Malaysia (4%), Cina (9%) dan Singapura (10%). Sementara, Jepang (39%), Taiwan (40%) dan Korea (53%) berada diurutan yang teratas.
Tetapi, walaupun demikian, jumlah penjawab yang tertarik dengan operasi plastik meningkat drastis ketika biaya operasi ditawarkan secara gratis atau diganti oleh pihak asuransi kesehatan. Peningkatan paling drastis dapat dilihat dari Jepang (dari 39% menjadi 56%) dan Thailand (dari 37% menjadi 63%). Hal ini menunjukkan bahwa keberatan akan operasi tidak seluruhnya tergantung pada masalah moral atau menjaga identitas asli, tetapi lebih pada masalah biaya.
REAL BEAUTY, ADAKAH?
Apakah kecantikan sejati itu ada? Dalam tulisan di atas, terlihat jelas, ideologi –kalau bisa disebut begitu—tentang kecantikan ideal, memiliki peran kuat dalam membentuk gambaran real beauty yang distereotipkan. Khususnya tentang citra tubuh perempuan. Yang terjadi kemudian, stereotip itu membentuk citra public yang sangat kuat dan sulit untuk diubah dalam sekejab. Sekarang kecantikan ideal yang sudah terekontruksi itu menjadi standar nilai masyarakat dalam menilai kecantikan dan tubuh perempuan.
Penelitian Dove di atas membuktikan, perempuan ternyata juga sangat dipengaruhi oleh media dalam memposisikan dan menerima peran cantik itu dalam masyarakat dan untuk diri perempuan sendiri. [joko.moernantyo]
*artikel ini bisa dibaca di situs kampanye real beauty di www.forrealbeauty-id.com
Pertengkaran Orang Tua
Jam menunjukkan pukul 19.00 ketika seorang klien yang sebelumnya telah mengadakan janji temu masuk ke ruang terapi saya. “Selamat malam Pak…., apa kabar, apa yang dapat saya bantu untuk Bapak” sapa saya mengawali pembicaraan. Dengan suasana santai dan nyaman, klien tersebut kemudian menceritakan permasalahan yang tengah dialami seputar usaha pribadi yang dimilikinya.
“Saya bukan berasal dari keluarga kaya Pak” lanjutnya dalam pembicaraan kami. “Semuanya saya awali dari nol dengan modal usaha yang sangat minim”. “Hingga akhirnya saya dapat terus berkembang membangun usaha sendiri yang saat ini memiliki banyak cabang di Jogjakarta”.
Dari cerita klien tersebut saya kemudian justru mendapatkan satu inspirasi yang sangat luar biasa. Berawal dari statusnya yang hanya sebagai pegawai biasa di sebuah counter handphone dengan gaji pas-pas an hingga akhirnya memiliki usaha sendiri dengan banyak cabang, ditambah beberapa mobil dan rumah mewah, dengan usia yang relatif masih muda, jauh dibawah saya. Wow menarik bukan?
“Beberapa waktu ini usaha yang saya jalankan sedikit mengalami hambatan, Pak” ujarnya. “Saya merasa bahwa harusnya saya bisa lebih maju dan berkembang. Namun sekarang ini rasanya kok mandek ya, stuck nggak bergerak. Masa dalam dua tahun terakhir ini tidak ada perkembangan sama sekali?”….. “Memang sih hasilnya masih cukup baik, namun dengan kapasitas modal dan karyawan yang ada, harusnya terjadi peningkatan juga dalam usaha saya ini. Kalau tidak nanti ke depannya akan semakin berat dalam persaingan”
Pembicaraan terus berlanjut dan saya mencoba menggali informasi lebih banyak lagi. Pada akhirnya saya menemukan suatu penjelasan yang cukup unik yang saya rasakan sebagai sumber penyebab dari tidak berkembangnya usaha yang dijalankan tersebut.
Begini ceritanya, setelah menempati kantor baru sebagai pusat kegiatan usahanya tiga tahun lalu, banyak rekan dan sahabat yang datang berkunjung hampir setiap hari. Wajar saja bila pada akhirnya mereka sangat kagum dengan perkembangan dan hasil yang telah dicapai oleh klien saya ini. Mengingat bagaimana kondisinya sejak awal merintis usaha, mungkin tidak salah bila saya istilahkan “from zero to hero” he he he… Mau tak mau pujianpun mengalir dari masing-masing teman dan sahabatnya. “Wah anda memang hebat ya Pak”, “Sukses yang luar biasa Pak”, “Bisnis anda sangat besar sekali” adalah beberapa komentar dan pujian yang sering disampaikan padanya.
Namun bagaimana cara klien saya menanggapinya ternyata justru menjadi bumerang di kemudian hari yang tidak pernah disadarinya. “Ah enggak kok” jawabnya. Atau “Biasa aja lah”, “Jangan terlalu memuji”, “Saya masih belum apa-apa”, “Ah saya nggak ada apa-apanya”, jawaban-jawaban inilah yang sering dan berkali-kali klien saya ucapkan menanggapi pujian-pujian tersebut. Dan itu terus berlanjut hingga saat sebelum bertemu saya.
Yang menarik adalah mengapa klien mengucapkan itu berkali-kali? Bukankah ini memperkuat atau bahkan bisa menyebabkan mental blok baru? Sebab dengan mengacu pada prinsip kerja pikiran, sesuatu yang dilakukan berulang kali (repetisi) secara konsisten, maka hal tersebut dapat menjadi suatu hal yang diyakini (belief). Dalam konteks bila keyakinan itu bersifat negatif, secara otomatis akan menjadi mental block yang menghambat kemajuan diri kita dan apa yang kita lakukan.
Nah saya mulai menggali lebih dalam mengapa klien mengucapkan itu berkali-kali. Saya menanyakan beberapa pertanyaan untuk mempertajam analisa dan dugaan saya tentang proses terbentuknya mental blok itu. Saya tanya lebih detail apa perasaannya saat mengucapkan kalimat tersebut sebab bila kita perhatikan jawaban-jawaban yang diberikan klien saya ini dalam menanggapi pujian yang ditujukan kepadanya, semuanya berkonotasi negatif bukan?
Saya paham bahwa sebagai orang timur dan khususnya karena klien saya ini berasal dari Jogjakarta, mungkin maksud dari jawaban tersebut adalah untuk menunjukkan kerendahan hati dan menghindari kesan sombong atau tinggi hati. Namun intuisi saya sebagai terapis menangkap sesuatu yang sepertinya menjadi petunjuk penting untuk menyelesaikan kasus ini. Lagi pula suatu kalimat yang diulang berkali-kali dapat berubah menjadi belief dan mental blok yang benar-benar diwujudkan secara tidak sadar. Bahwa usahanya itu masih biasa saja, masih belum apa-apa dan tidak ada apa-apanya. Disinilah terjadi proses sabotase diri yang tidak pernah disadari klien sama sekali.
Singkat cerita saya kemudian melakukan terapi pada klien saya tersebut untuk menghilangkan belief dan mental blok yang menjadi penghambat kemajuan usahanya.
Dengan salah satu tehnik terapi yang saya pelajari di kelas Akademi Hipnoterapi Indonesia, saya menemukan root cause atau akar permasalahan yang menyebabkan atau melatar belakangi ucapan-ucapan tersebut.
Ternyata kejadian yang memicu semua ini dialami oleh klien saya pada saat dia berusia delapan tahun. Klien melihat pertengkaran kedua orangtuanya untuk yang kesekian kalinya. Namun yang kali ini dilihatnya adalah yang paling heboh dan seru hingga akhirnya kedua orangtuanya bercerai dan usaha mereka mengalami kebangkrutan.
Kejadian ini begitu membekas, memunculkan perasaan tidak berdaya, tidak mampu, tidak percaya diri, tidak dapat berbuat apa-apa atas peristiwa yang terjadi. Sebagai seorang anak ia tentu mengharapkan kedua orangtuanya rukun. Namun apa daya ia tak sanggup membuat itu terjadi. Dan …… bennnnngggggg! Sebuah perasaan tak mampu terbentuk melalui serangkaian self talk pada anak tak berdaya ini. Ditambah dengan emosi negatif yang dirasakan saat itu maka lengkaplah sudah proses terbentuknya citra diri pada si anak. Citra diri – saya tak mampu, saya biasa saja – ini tertanam kuat dalam memori pikiran dan berguna sebagai landasan berpikir dan bertindak saat anak kecil 8 tahun ini beranjak dewasa.
Citra diri inilah yang kelak akan terwujud dalam kehidupan seseorang. Ini seperti sebuah ramalah yang menjadi kenyataan.
Akhirnya saya membantu klien melihat kejadian itu dengan sudut pandang berbeda dan kemudian memaknai ulang peristiwa tersebut dengan kesadaran dewasanya. Lalu setelah itu saya minta klien membantuk gambaran mental baru yang ia inginkan dengan teknik tertentu juga yang terlalu teknik diceritakan di sini. Singkat cerita terapi berakhir dan klien merasa plong. Seakan sebuah batu besar yang selama ini digendong kemana-mana telah diletakkan dan tak perlu dibawa lagi.
Dua bulan setelah sesi terapi berakhir, di awal Juni 2010 saya mendapatkan kabar bahwa usaha yang dijalankan oleh klien saya mulai ada peningkatan dan berjalan sesuai yang diharapkan. Pesanan tiba-tiba saja datang dari pihak-pihak yang tidak pernah berhubungan sama sekali. Bahkan kinerja karyawan pun membaik. Malah pada akhirnya klien saya ini menyampaikan bahwa dia sedang mengatur waktu dan meminta saya untuk memberikan training beserta sesi terapi untuk keseluruhan karyawannya.
Kasus klien saya ini mengingatkan saya pada cerita Aladin dan lampu wasiat. Dimana Sang Jin akan mewujudkan dan mengabulkan permintaan yang disampaikan. “Your wish is my command”.
Demikian juga dengan hukum yang ada di alam semesta ini. Bukankah apa yang kita pikirkan dan ucapkan adalah apa yang akan kita dapatkan dan diwujudkan dalam hidup kita? Oleh karenanya berhati-hatilah dengan apa yang Anda pikirkan dan ucapkan, karena semuanya dapat menjadi suatu keyakinan yang akan diwujudkan dalam kehidupan nyata.
Dan setelah menyadari dampak dari ucapan dan pikiran yang muncul maka carilah dengan kesadaran diri awal mula mengapa itu terjadi. Tak ada sebuah akibat terjadi tanpa sebab, betul?
Bagaimana jika kesadaran diri kita tak sanggup menjangkau area dimana penyebab itu terjadi? Nah itulah saatnya kita membutuhkan pihak profesional untuk mencari dan melepaskan beban emosional tersebut.
Mengatasi Rasa Minder
Mengenali diri sendiri memang terasa amat sulit, tetapi hal itu bisa dilakukan. Hal ini dikarenakan di samping seseorang memiliki kelemahan di dalam dirinya pasti mempunyai kelebihan. Untuk itu kelebihan yang dimiliki hendaknya kita akui. Siapa lagi yang akan mengakui kelebihan kalau tidak kita sendiri. Bisa jadi persoalan yang selama ini menjadi penyebab belum pernah mendapatkan pujian, bukti dari pengakuan yang membuat semangat hidup memiliki gairah yang tinggi tanpa bermuara pada kesombongan.
Mungkin saja, penyebabnya karena seseorang belum mendeklamasikan kelebihan dengan sebuah karya nyata. Untuk itulah setelah mengenali kelebihan, seseorang tak cukup mengenalnya namun terus diasah, dilatih, ditempa, hingga menjadi terampil dan menjadi ahli dalam bidang yang menjadi kelebihan tersebut. Bila mengatasi minder berhasil dilakukan, rasa minder ini akan merasa tidak betah berlama-lama bersemayam dalam jiwa seseorang.
Mengontrol Lintasan-Lintasan Pikiran
Mengatasi minder harus dilakukan sejak dini. Hal ini dilakukan karena membiarkan diri dikendalikan oleh lintasan-lintasan pikiran diri sendiri akan membuat kita terus larut dan selalu merasa rendah diri. Oleh karena itu, kita perlu mengatasi minder dengan cara mengendalikan lintasan-lintasan pikiran itu. Pada dasarnya diri sendirilah yang mengarahkan dan merasa mampu mengatasi hal-hal yang menyebabkan terjadinya minder. Jangan sampai lintasan pikiran terus dibiarkan sehingga menjadi tak terkontrol.
Pengontrolan pikiran dapat dilakukan dengan berusaha menyeimbangkan pikiran. Memberikan gambaran informasi tentang kekurangan atau kelemahan. Memasukkan data informasi tentang kelebihan-kelebihan. Pergaulan pikiran ini haruslah selalu dimenangkan dengan banyak memikirkan akan kelebihan diri sendiri. Di samping didukung dengan kegiatan nyata yang lebih banyak berkarya dan mengaplikasikan kelebihan dalam karya nyata yang terus digeliatkan. Sebuah kesalahan fatal apabila seseorang menghabiskan waktu yang terus memikirkan tentang kekurangan diri.
Jika seseorang telah berhasil mengatasi dengan cara melakukan olah pikiran antara kekurangan dan kelebihan, maka kemungkinan seseorang akan mampu mengatasi rasa minder atau rendah diri itu.
Menghentikan Angan-Angan yang Berlebih-lebihan
Berangan-angan memang bisa menyenangkan. Namun berangan-angan yang terus-menerus secara berlebih-lebihan akan menghasilkan tipuan yang menyakitkan. Sebab, dikala tersadar dari angan-angan kenyataan hidup yang jauh berbeda dengan angan-angan inilah yang menyakitkan.
Usahakan jangan berangan-angan dengan memikirkan terlalu jauh rencana yang akan diraih. Berangan-angan sama halnya seperti melamun dengan berbagai andai-andai. Di antaranya “Seandainya saya tidak memiliki kekurangan atau kelemahan A tentu saya akan bisa berbuat B. Seandainya saya tidak memiliki kekurangan A ini saya tentu bisa meraih C, D, E, F bahkan sampai Z pun akan kembali kepada B lagi dengan versi muatan angan-angan yang lebih dalam lagi.” Jika kita tidak segera terjaga karena adanya seputar kelemahan yang ada pada diri menjadi hilang dan digantikan dengan kelebihan sesuai dengan angan-angan. Oleh karena itu, segera mengkondisikan diri sebagai orang yang tidak gemar menyendiri setiap saat. Bergabunglah dengan orang lain dengan membicarakan sesuatu yang tidak membuat lamunan menjadi tinggi. Dengan bergaul dan mengobrol hal-hal yang tidak menjadi lamunan sedikit banyak akan menghilangkan halayan-hayalan yang tidak bermakna.
Disunting dari pendapat:
Junaedi, Uken. 2006. Kiat Menghilangkan Sifat Buruk. Bandung: Dayyan Publishing.
Anak Korban Kekerasan Orang Tua
Direktur Pusat kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Ahmad Sofian, SH, MA mengatakan, kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia yang kian tahun semakin "akut" merupakan salah satu bentuk kekerasan struktural terhadap anak.
"Negara kita sama sekali tidak mempunyai paradigma pendidikan terhadap anak di dalam kehidupan berkeluarga, sehingga para orang tua berpersepsi, dapat memperlakukan anak-anak mereka sesuka hati," kata Sofian menjawab wartawan kemarin di Medan sehubungan dengan kasus penggorokan tiga anak oleh ibu kandung dan sejumlah kasus kekerasan terhadap anak yang berakibat kematian yang terjadi sepanjang 2009.
Menurut Sofian, ketiadaan pola pendidikan terhadap masyarakat oleh negara secara langsung akan berdampak pada tingginya angka kekerasan terhadap anak. Ditambah pula secara kultural, sistem kehidupan bermasyarakat di Indonesia masih banyak diwarnai oleh budaya kekerasan, mulai dari sistem pendidikan di sekolah sampai dunia hiburan.
Padahal, sejatinya, negara harus bertanggung jawab terhadap upaya membangun keluarga yang damai keluarga yang taat hukum, dan itu harus dimulai dari lingkungan terkecil, yakni sebuah keluarga sebagai miniatur sebuah negara," jelasnya.
Lebih parah lagi, selama ini negara sama sekali tidak menunjukkan adanya perhatian yang serius dalam mencegah, merehabilitasi hingga menanggulangi berbagai bentuk kekerasan yang terjadi terhadap anak yang justru dilakukan oleh orang tuanya sendiri.
"Ini dapat diartikulasikan sebagai sebuah bentuk pembiaran negara terhadap warganya dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya dengan kekerasan," ujarnya.
Oleh karenanya, Sofian meminta kepada pemerintah Indonesia untuk segera memperhatikan masalah ini, karena hal ini menyangkut masa depan generasa bangsa yang diharapkan sebagai generasi yang cinta perdamaian. "Negara kita suatu saat akan kacau oleh anak-anak yang dididik oleh orang tuanya dengan kekerasan," katanya.
Untuk itu, lanjutnya, belajar dari kasus demi kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi selama ini, pemerintah diminta harus merumuskan pola pendidikan bagi warga negara dalam mendidik anak, termasuk batas-batas hukuman terhadap anak, serta sanksi yang tegas bagi orang tua yang terbukti sebagai pelaku kekerasan.
"Anak Indonesia ya harus dilindungi negara, termasuk dari perlakuan yang salah dari orang tuanya sendiri. Mustahil kita bisa mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan anak, keluarga sejahtera atau apalah namanya, jika pemerintah tidak belajar dari kasus demi kasus yang terjadi," tukasnya.
Orang Tua Sebagai Pelaku
Data kekerasan terhadap anak di Sumatera Utara yang dikumpulkan PKPA sepanjang 2007 sampai tahun 2009 menunjukkan adanya indikasi memburuknya pola pengasuhan dan pendidikan orang tua terhadap anak-anaknya. Hal tersebut terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah pelaku kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua kandung sendiri. Ini berbanding terbalik dengan pelaku kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal.
Pada tahun 2007 misalnya, dari 260 kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi sepanjang tahun, orang tua kandung (ayah/ ibu kandung) sebagai pelaku tercatat sebanyak 14 kasus (10,21% ) sedangkan orang yang tidak dikenal (OTK) sebagai pelakunya terdata sebanyak 49 orang (20, 85 %).
Pada tahun 2008, jumlah ini mengalami fluktuasi, walaupun orang tua kandung (ayah/ ibu kandung) sebagai pelaku meningkat menjadi 33 kasus (9 % ) dari 360 kasus yang terdata, namun OTK sebagai pelakunya juga semakin meningkat menjadi sebanyak 69 kasus (20 %).
Kemudian pada tahun 2009, dari 172 kasus yang terdata, angka kasus kekerasan terhadap anak semakin menunjukkan indikasi semakin buruknya pola pengasuhan dan pendidikan orang tua terhadap anak-anaknya, yakni pelaku kekerasan terhadap anak dengan orang tua sebagai pelakunya meningkat menurun dari segi jumlah namun meningkat dari segi prosentasi yakni menjadi 21 kasus (13 %), sedangkan pelaku dari OTK menurun drastis menjadi 26 kasus (15 %).
PKPA memprediksi bila hal ini tidak ada tindakan nyata dari pemerintah dalam memberlakukan pola pengasuhan dan pendidikan orang tua tanpa kekerasan terhadap anak diperkirakan persentasi orang tua terhadap anak pada tahun 2010 akan meningkat menjadi 15-20 %, dan OTK sebagai pelaku diperkirakan akan terus menurun hingga 10-14% mengingat semakin menguatnya tingkat kewaspadaan masyarakat dan media massa terhadap para pelaku kekerasan terhadap anak di tataran publik.
Sepanjang 2009, dari 172 kasus terhadap anak yang terdata di Sumatera Utara, PKPA hanya sanggup menangani 42 kasus (24 kasus oleh PKPA Medan melalui Unit PUSPA dan 18 kasus oleh PKPA Nias.
sumber:
http://www.harian-global.com/index.php?option=com_content&view=article&id=28337%3Aanak-korban-kekerasan-struktural&Itemid=65
Dampak Perceraian Terhadap Anak
Tidak demikian halnya dengan anak yang sudah beranjak remaja, mereka tiba-tiba saja harus menerima keputusan yang telah dibuat oleh orang tua, tanpa ada bayangan bahwa hidup mereka akan berubah secara tiba-tiba. sehingga keadaan rumah menjadi berubah. Hal yang mereka tahu sebelumnya mungkin hanyalah ibu dan ayah sering bertengkar. Kadangkala, perceraian adalah satu-satunya jalan bagi orangtua untuk dapat terus menjalani kehidupan sesuai yang mereka inginkan, namun perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada anak anak mereka, meskipun dalam kasus tertentu dianggap alternatif terbaik daripada membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan pernikahan yang buruk. Biasanya dilihat saja perkembangan anak akibat perceraian orangtuanya yaitu anak akan lebih menderita dan akan menimbulkan trauma, sehingga anak juga akan bingung untuk memihak ayah atau ibunya. Setelah perceraian hal akan membawa pengaruh langsung bagi anak–anak mereka terlihat pula dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru ini yang diperlihatkan dengan cara dan penyelesaian yang berbeda. Peranan lingkungan keluarga sangat penting bagi seorang anak yang menginjak remaja, terlebih lagi pada tahun–tahun pertama dalam kehidupannya setelah orang tuanya bercerai.
Perceraian pasangan suami-istri seringkali berakhir menyakitkan bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk di dalamnya adalah anak-anak. Peristiwa ini menimbulkan anak–anak tidak merasa mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari orang tuanya. Perceraian juga dapat menimbulkan stres dan trauma untuk memulai hubungan baru dengan lawan jenis. Perceraian adalah penyebab stres kedua paling tinggi, setelah kematian pasangan hidup. Seringkali perceraian diartikan sebagai kegagalan yang dialami suatu keluarga (Holmes dan Rahe, 2005).
Anggapan mengenai perceraian sama dengan suatu kegagalan yang biasa karena semata–mata mendasarkan perkawinan pada cinta yang romantis, padahal pada semua sistem perkawinan paling sedikit terdiri dari dua orang yang hidup dan tinggal bersama dimana masing–masing memiliki keinginan, kebutuhan serta latar belakang sosial yang berbeda satu sama lain. Akibatnya sistem ini biasanya memunculkan ketegangan dan ketidakbahagiaan yang dirasakan oleh semua anggota keluarga (Erna, 1999)
Perceraian dan perpisahan orangtua menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Banyak studi dilakukan untuk memahami akibat-akibat perceraian bagi anggota keluarga khususnya seorang anak (Johnston, 1996; Hurlock, 1992)
Dalam kasus perceraian, tidak hanya orang tua yang menanggung kepedihan, tapi yang lebih merasakan beratnya perceraian adalah anak. Severe (2000) mengemukakan bahwa anak bukannya tidak tahu tapi ia tidak mampu menjelaskan, mengapa ia tidak ingin ada orang tahu bahwa ia sedang pedih hatinya, dia juga tidak ingin mengatakan apapun yang dapat memperburuk keadaan di rumah. Sebenarnya anak dapat melihat ketegangan yang dialami orang tuanya. Tetapi dia khawatir jika dia mengungkapkan emosinya, akan menambah kepedihan setiap orang. Inilah alasan mengapa sebagian besar anak tidak pernah bicara dengan orang tuanya tentang perasaannya mengenai perceraian. Perasaan tersembunyi ini akan meningkatkan kecemasan dan memperlemah kemampuan anak untuk berprestasi di sekolah. Selain itu, perasaan yang tertekan bisa menjadi bibit bagi permasalahan yang lebih besar dalam kehidupannya nanti. Secara psikologis, anak terikat pada kedua orang tuanya, jika orang tuanya bercerai, seperti separuh kepribadiannya dirobek, hal ini akan berpengaruh terhadap rasa harga diri yang buruk, timbul rasa tidak aman dan kemurungan yang luar biasa dan dalam kondisi demikian maka sekolah bagi anak bukan merupakan sesuatu yang penting.
Menurut Handoko (2002) perceraian bagi anak adalah "tanda kematian" keutuhan keluarganya, rasanya separuh "diri" anak telah hilang, hidup tak akan sama lagi setelah orang tua mereka bercerai dan mereka harus menerima kesedihan dan perasaan kehilangan yang mendalam. Contohnya, anak harus memendam rasa rindu yang mendalam terhadap ayah/ibunya yang tiba-tiba tidak tinggal bersamanya lagi. Perasaan kehilangan, penolakan dan ditinggalkan akan merusak kemampuan anak berkonsentrasi di sekolah. Perasaan-perasaan tersebut akan meningkat bila kedua orang tuanya saling menyerang atau menghina. Bila salah satu orang tua mengatakan hal-hal yang jelek mengenai pasangannya di depan anak mereka, anak akan cemas bahwa ciri-ciri yang tidak menyenangkan itu akan melekat pada diri mereka. Mereka akan berpikir, "Kalau ayah orang jahat, jangan-jangan nanti aku juga jadi orang jahat. Kata orang aku sangat mirip ayah. "Perasaan penolakan dan kehilangan akan sangat membekas, dia berkeyakinan, dirinya seorang anak yang tidak punya nilai, hilangnya hubungan dengan salah satu orang tua berarti ia tidak pantas mendapatkan waktu dan kasih sayang. Tiadanya harga diri itu akan mengganggu kehidupannya. Ia takut menjalin persahabatan. Ia takut berusaha keras di sekolah, bahkan ia juga takut untuk terlalu dekat dengan ibunya karena kalau ayahnya saja tidak peduli, orang lain pasti akan begitu. Ada ketakutan juga jangan-jangan orang tua yang sekarang bersamanya juga akan meninggalkannya. Amarah dan agresi merupakan reaksi yang lazim dalam perceraian, hal itu terjadi bila orang tuanya marah di depan anaknya. Akibatnya, anak biasanya akan menumpahkan amarahnya kepada orang lain, misalnya kepada rekan-rekan sebayanya dan adik-adiknya karena relatif lebih aman.
Bisa dilihat kembali pada awal tahun 1960an dan tahun 1970an rata–rata tingkat perceraian semakin tinggi secara dramastis dengan adanya kasus yang menemukan bahwa anak–anak hasil perceraian mengalami trauma, memperlihatkan gejala–gejala depresi ringan dan anti sosial. Dampak ini terlihat hampir seluruh kehidupan anak ketika orang tua mereka baru saja bercerai. Hal ini juga berdampak pada masa muda mereka dimana remaja yang menjadi korban perceraian dari orang tua mereka memiliki angka perceraian yang tinggi dibandingkan dengan mereka yang berasal dari keluarga yang tidak bercerai. Dalam penelitian terakhir hubungan anak remaja yang orang tuanya bercerai adalah remaja yang menjadi korban perceraian akan memiliki sikap pesimis mengenai kehidupan pernikahannya. Penelitian tersebut menandai anak-anak hasil perceraian selalu memusatkan opininya tentang pernikahan pada sesuatu yang lain (Franklin, dkk, 1990)
Remaja yang menjadi korban perceraian orang tuanya akan kurang menpercayai pasangan mereka bila dibandingkan mereka yang berasal dari keluarga yang utuh. Mereka menganggap hubungan mereka berpacaran terlalu beresiko (Johnston dan Thomas, 1996)
Remaja pada pernikahan pertamanya akan mengalami ketidakstabilan karena peneliti menemukan bahwa diantara mereka tidak begitu bahagia dalam pernikahannya terlihat mereka lebih tegang dalam menjalin hubungan dengan pasangannya. Mereka yang berasal dari keluarga tidak utuh memiliki tingkat perceraian yang tinggi dan merasa kalau pernikahannya dalam masalah (Weber, dkk, 1995)
Berdasarkan hasil survey nasional AS sebanyak 11 macam dari tahun 1973 hingga 1985 diperoleh bermacam-macam argumen tentang dampak perceraian yaitu dalam hal ini bentuk peran pasangan seperti pernikahan yang buruk akan menghasilkan tipe anak yang buruk juga. Kurang mempunyai kontrol sosial seperti kurangnya dukungan keluarga terhadap pernikahan hilangnya bentuk peran pasangan, pendidikan yang rendah, keinginan besar untuk bercerai, mereka lebih suka memilih bercerai untuk mengakhiri konflik, menikah pada usia muda biasanya menikah pada usia muda cenderung akan lebih cepat bercerai (Glenn and Kramer, 1987)
tahap-tahap perkembangan konflik
Pada tahap Storming, terdapat pula tahap-tahap perkembangan konflik, yaitu:
1. Disagreement
pertengkaran dan friksi diantara anggota kelompok
yang melibatkan kata-kata, emosi dan tindakan.
perlu segera diindentifikasi disagreementnya:
* apakah benar-benar ada atau sekedar kesalahpahaman
* apakah perlu segera ditangani atau terselesaikan sendiri
* jika benar-benar ada dan menyangkut beberapa faktor situasional minor
2. Confrontation (Konfrontasi)
* dua orang atau lebih saling bertentangan → verbal attack.
* diakhir tahap ini, tingkat koalisi (sub kelompok dalam kelompok)
dimana anggota kelompok menjadi terpolarisasi (membentuk blok-blok)
3. Escalation (Eskalasi)
pada tahap ini, anggota kelompok menjadi semakin kasar, suka memaksa, mengancam, sampai pada kekerasan fisik → timbul mosi tidak percaya (distrust), frustasi dan negatif reciprocity.
4. Deescalation (Deeskalasi)
* berkurang atau menurunnya konflik
* anggota mulai sadar waktu dan energi yang terbuang sia-sia dengan berdebat
Mekanisme pengolahan konflik:
a. Negosiasi : secara interpersonal sengan asumsi bahwa tiap orang akan mendapatkan keuntungan dengan adanya situasi
- distributive issues : negosiasi berhasil, satu pihak puas, pihak yang lain mengikuti karena pihak yang lain itu memiliki power
- integrative issues : negosiasi berhasil, kedua pihak merasa puas (win win solution)
b. Membangun kepercayaan : dengan mengkomunikasikan keinginan individu secara hati-hati dan harus konsisten antara apa yang diomongkan dengan perilaku aktualnya
Penyebab Konflik
Individu-individu dalam organisasi mempunyai banyak tekanan pengoperasian organisasional yang menyebabkan konflik. Secara lebih konsepsual Litterer mengemukakan empat penyebab konflik organisasional, yaitu:
1. Suatu situasi dimana tujuan-tujuan tidak sesuai.
2. Keberadaan peralatan-peralatan yang tidak cocok atau alokasi-alokasi sumber daya yang tidak sesuai.
3. Ketidak tepatan status suatu masalah.
4. Perbedaan persepsi.
Di dalam organisasi terdapat empat bidang struktural, dan di bidang itulah konflik sering terjadi, yaitu:
* Konflik hirarkis, adalah konflik antara berbagai tingkatan organisasi.
* Konflik fugsional, adalah konflik antara berbagai departemen fungsional organisasi.
* Konflik lini-staf, adalah konflik antara lini dan staf.
* Konflik formal-informal, adalah konflik antara organisasi formal dengan organisasi informal.1
Sumber:
1 Pengantar Organisasi & Metode, Widyatmini, cetakan V Penerbit Gunadarma.
STORMING : KONFLIK DALAM KELOMPOK
STORMING : KONFLIK DALAM KELOMPOK
>Munculnya disagreement, pertengkaran dan friksi diantara anggota kelompok
yang melibatkan kata-kata, emosi dan tindakan.
Tahap-tahap perkembangan konflik:
1. Disagreement
>perlu segera diindentifikasi disagreementnya:
• apakah benar-benar ada atau sekedar kesalahpahaman
• apakah perlu segera ditangani atau terselesaikan sendiri
• jika benar-benar ada dan menyangkut beberapa faktor situasional
minor
2. Confrontation
>dua orang atau lebih saling bertentangan -> verbal attack.
>diakhir tahap ini, tingkat koalisi (sub kelompok dalam kelompok)
dimana anggota kelompok menjadi terpolarisasi (membentuk blok-blok).
3. Escalation
>pada tahap ini, anggota kelompok menjadi semakin kasar, suka
memaksa, mengancam, sampai pada kekerasan fisik -> timbul mosi tidak
percaya (distrust), frustasi dan negatif reciprocity.
4. Deescalation
>berkurang atau menurunnya konflik
>anggota mulai sadar waktu dan energi yang terbuang sia-sia dengan
berdebat
Mekanisme pengolahan konflik:
a. Negosiasi : secara interpersonal sengan asumsi bahwa tiap orang akan
mendapatkan keuntungan dengan adanya situasi
- distributive issues : negosiasi berhasil, satu pihak puas, pihak yang lain
mengikuti karena pihak yang lain itu memiliki power
- integrative issues : negosiasi berhasil, kedua pihak merasa puas (win
win solution)
b. Membangun kepercayaan : dengan mengkomunikasikan keinginan
individu secara hati-hati dan harus konsisten antara apa yang diomongkan
dengan perilaku aktualnya
5. Conflict Resolution
>tiap konflik sampai pada tahap ini, meskipun tidak semua pihak puas
akan hasilnya
Penyebab konflik :
1. Interdepence
>tidak semua interdependence menyebabkan konflik, jika:
a. ada kerjasama antar anggota dalam interdepence shg konflik ↓
b. ada kompetisi antar anggota dalam interdepence shg konflik ↑
Deutch (1949):
>pure cooperation -> promotive interdependence : dengan menolong
>pure competition -> contrient interdependence : anggota bisa meraih
tujuannya hanya jika anggota lain gagal memilihnya
2. Influence stategies
>strategi-strategi untuk mempengaruhi orang lain, ancaman, hukuman
dan negatif reinforcement -> meningkatkan konflik
3. Misunderstanding dan misperception
Sumber : Handout Psikologi Kelompok, (Oleh : Klara Innata Arishanti, S.Psi)
FORMING : Menjadi Sebuah Kelompok
FORMING : Menjadi Sebuah Kelompok
A. Pandangan Psikoanalisis
Freud : orang bergabung dalam kelompok karena keanggotaan dapat
memuaskan kebutuhan dasar biologis dan psikologis tertentu
Ada 2 proses pembentukan kelompok, yaitu:
1. Identifikasi
>energi emosi individu (libido) diarahkan ke dirinya dan orang lain.
Individu menjadikan orang lain (orang tua) sebagai model egonya ->EGO
IDEAL. Penerimaan orang tua sebagai objek kasih sayang anak akan
membentuk ikatan yang kuat -> kepuasan melalui sense of belonging,
kesalingtergantungan, perlindungan terhadap ancaman luar dan
meningkatkan self development.
2. Transferen
>bagaimana pembentukan kelompok pada masa awal kehidupan
individu mempengaruhi perilaku kelompok selanjutnya. Individu melihat
pemimpin kelompok sebagai figur otoritas sebagaimana individu
menganggap orang tuanya.
B. Pandangan Sosiobiologi
>Menurut pandangan ini, orang bergabung dengan kelompok untuk
memuaskan keinginan yang kuat untuk berafiliasi secara biologis.
>Didasarkan teori evolusi dari Charles Darwin : bergabung dengan anggota
lain dari satu spesies merupakan ekspresi strategi yang stabil secara evolusioner
dan kultural dari individu yang dapat meningkatkan rerata kesuksesan
reproduksi.
C. Pandangan Proses Pembandingan Sosial
>Leon Festinger (1950, 1954) : orang membutuhkan orang lain karena mereka
membutuhkan informasi tentang diri mereka dan lingkungan mereka dan
kebutuhan akan informasi. Ini hanya dapat dipenuhi dari orang lain. Individu
membandingkan diri mereka dengan orang lain tentang keyakinan, opini dan
sikap mereka -> apakah benar, valid, sesuai.
D. Pandangan Pertukaran Sosial
>Model ketertarikan kelompok, dengan mempertimbangkan :
1. reward
2. cost
->minimax principle (berusaha untuk mendapatkan reward yang sebesar-besarnya
dan mengurangi cost yang sekecil-kecilnya).
Sumber : Handout Psikologi Kelompok, (Oleh : Klara Innata Arishanti, S.Psi)
Tahapan Pembentukan Kelompok
Tahapan Pembentukan Kelompok
Perkembangan sebuah kelompok selalu berbeda satu dengan yang lainnya. Namun demikian, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk membentuk sebuah kelompok. Berikut ini adalah beberapa tahapan dalam pembentukan kelompok :
>Forming
Forming adalah tahap orang berkumpul dan membentuk sebuah kelompok. Pada suatu kegiatan, tidak sedikit peserta yang mengikutinya karena penugasan. Kondisi seperti ini tidak jarang menimbulkan perasaan was-was maupun keraguan di hati peserta tersebut. Beberapa pertanyaan yang mungkin muncul adalah “Apakah saya dapat mengikuti kegiatan ini dengan baik?” atau “Apakah saya dapat berbaur dengan peserta yang lain?”. Seorang fasilitator diharapkan dapat memastikan bahwa setiap peserta yang terlibat dalam kegiatan tersebut merasa nyaman dengan lingkungan barunya tersebut. Berikan perhatian secara khusus kepada peserta. Berikan waktu kepada para peserta untuk saling mengenal satu sama lain. Pada kesempatan ini, fasilitator dapat pula menggunakan permainan yang memecah kekakuan (ice breaker).
>Informing
Informing merupakan tahap dimana kelompok yang baru terbentuk tersebut diberi penjelasan tentang tujuan dari kegiatan yang akan diselenggarakan. Pada tahap ini biasanya akan didapati interaksi antaranggota karena setiap peserta mulai sadar bahwa mereka menuju pada tujuan yang sama. Seorang fasilitator biasanya akan mencari titik pijak yang sama, dan membentuk visi, misi, serta tujuan kelompok. Fasilitator diharapkan dapat menggunakan kegiatan pengenalan dan agenda yang jelas.
>Storming
Pada tahap ini, pembangunan peran diantara masing-masing peserta mulai terbentuk. Storming merupakan fase yang sangat penting dalam dinamika kelompok, karena pada tahap ini akan terjadi tarik menarik, uji coba, bahkan konflik. Benturan antarpribadi sangat mungkin terjadi pada tahap ini – bahkan benturan antara peserta dengan pemimpin kelompok. Seorang fasilitator diharapkan dapat memberikan dukungan kepada seluruh kelompok. Dengan mengembangkan dan menggunakan teknik-teknik fasilitasi, fasilitator juga perlu senantiasa mengingatkan peserta akan tujuan dan norma-norma kelompok. Usahakan agar fasilitator dapat menjaga terjadinya keterbukaan dan mendorong setiap peserta untuk mengatasi konflik yang terjadi.
>Norming
Tahapan ini merupakan tahap stabilisasi dimana aturan, ritual, dan prosedur telah ditetapkan dan diterima oleh seluruh peserta. Peserta telah menyepakati identitas perasn sehingga terciptanya suasana kebersamaan. Jalan menuju kemajuan disepakati dan disetujui bersama. Fasilitator diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menghaluskan proses. Jika diperlukan, perbaiki atau sesuaikan norma yang ada, untuk kemudian diserahkan kembali implementasinya kepada kelompok.
>Mourning
Mourning merupakan tahap akhir dari proses pembentukan sebuah kelompok. Pada tahapan ini, seluruh tugas telah selesai dikerjaan dan tujuan utama pembentukan kelompok sudah terpenuhi. Siklus kehidupan kelompok secara resmi telah berakhir. Terkadang muncul rasa sedih diantara peserta. Sebagian mulai memikirkan tugas lain yang telah menanti. Fasilitator yang baik diharapkan dapat membantu peserta dalam mempersiapkan masa transisi dari pembentukan kelompok menuju bubarnya kelompok. Pastikan bahwa ada semacam ‘ritual’ perpisahan, baik secara individu maupun secara kelompok.
>Transforming
Pada tahapan ini, tim telah menjadi dinamis karena pembentukan kelompok sudah terjadi dan mulai ada perubahan baik di masing-masing peserta maupun pada kelompok secara keseluruhan. Sebagai seorang fasilitator, diharapkan dapat menunjukkan dukungan dan rasa percaya kepada kelompok. Hargai perubahan yang terjadi dengan memberikan pujian. Yang perlu diingat adalah sebaiknya pujian yang diberikan tidak berlebihan.
Sumber :http://www.itpipopular.org/index.php?option=com_content&view=article&id=11:mengelola-dinamika-kelompok&catid=12:dapur-pengorganisasian&Itemid=16
Individu Dalam Massa
Individu Dalam Massa
• Kehilangan kepribadian yang sadar dan rasional, tindakan kasar dan irasional, menurut secar membabi buta pada pemimpin
• Melakukan hal-hal yang berlawanan dengan kebiasaan → agresi
Teori frustasi-agresi dari Fuller-Miller, mengemukakan:
• Agresivitas merupakan cerminan dari frustasi yang dirasakan oleh massa
• Kuat lemahnya tergantung besar kecilnya hambatan dalam mencapai tujuan tersebut
Menurut Sidis, individu dalam massa akan terkena hipnotis bentuk ringan sehingga pertimbangan kritis hilang
Kondisi Psikologis Individu Dalam Massa
Menurut Gustave Le Bon, massa itu mempunyai sifat-sifat psikologis tersendiri. Orang yang tergabung dalam suatu massa akan berbuat sesuatu, yang perbuatan tersebut tidak akan diperbuat bila individu itu tidak tergabung dalam suatu massa. Sehingga massa itu seakan-akan mempunyai daya melarutkan individu dalam suatu massa, melarutkan individu dalam jiwa massa. Seperti yang dikemukakan oleh Durkheim bahwa adnaya individual mind dan collective mind, yang berbeda satu dengan yang lain. Menurut Gustave Le Bon dalam massa itu terdapat apa yang dinamakan hukum mental unity atau law mental unity, yaitu bahwa massa adalah kesatuan mind, kesatuan jiwa.
Menurut Allport, sekalipun kurang dapat menyetujui tentang collective mind tetapi dapat memahami tentang pemikiran adanya kesamaan (conformity), tidak hanya dalam hal berpikir dan kepercayaan, tetapi juga dalam hal perasaan (feeling) dan dalam perbuatan yang tampak (overt behaviour).
Kamis, 21 Oktober 2010
Aturan dalam Kelompok
Lima aturan dalam Pengambilan keputusan kelompok sebagai cara memecahkan perbedaan pendapat di dalam kelompok:
1. Unanimity: diskusi berfungsi untuk menekan mereka yang deviant untuk conform.
2. Majority Wins: diskusi berfungsi menguatkan posisi mayoritas yang kemudian terjadi posisi kelompok.
3. Truth Wins: diskusi memunculkan posisi yang dianggap benar.
4. Two-thirds majority: keputusan kelompok diambil hanya jika tercapai mayoritas dua pertiga.
5. First shift: kelompok mengambil keputusan konsisten dengan peralihan opini.
Jenis Dinamika Massa
Freud menyatakan bahwa struktur pribadi manusia itu terdiri dari tiga bagian yaitu:
a. Das Es atau The Id yaitu berupa dorongan-dorongan, nafsu-nafsu yang pada dasarnya itu semua membutuhkan pemenuhan, ingin muncul, ingin keluar.
b. Das Ich atau The Ego, yaitu merupakan sinsor untuk menyesuaikan dengan keadaan sekitarnya, teruatama dengan norma-norma yang ada, di sini berfungsinya pikiran.
c. Das Uber Ich atau The Super Ego, merupakan kata hati yang berhubungan dengan moral baik buruk.
Bila das es mau keluar, tetapi tidak diperbolehkan oleh das ich karena tidak sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat, maka dorongan-dorongan/ das es kemudian ditekan masuk dalam kompleks tersedak, masuk dalam bawah sadar. Apa yang masuk dalam kompleks tidak mai, tidak hilang, tetapi dalam keadaan laten kompleks terdesak ke permukaan. Ke alam sadar pemunculan tersebut terjadi bila sensor yaitu das ich dalam keadaan tidak aktif atau kurang baik berfungsinya.
Dalam kehidupan bermasyarakat adanya norma-norma atau aturan-aturan tertentu, yang merupakan pedoman-pedoman atau batasan-batasan yang membatasi gerak atau perilaku anggota masyarakat. Maka dengan adanya norma-norma tersebut, sebagai anggota masyarakat baik tidak dapat berbuat seenaknya. Jadi ini berarti bahwa norma-norma itu berfungsi menghalangi dorongan-dorongan yang ingin mendapat pemuasan, karena the ego yang berfungsi menyesuaikan dengan keadaan lingkungan, yaitu menyesuaikan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Aras dasar uaraian tersebut di atas, dapat dikemukakan salah satu analisis mengenai perbuatan massa adalah berdasarkan atas faktor psikologis yang mendasarinya. Yaitu orang bertindak dalam massa adalah berdasarkan atas dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan dan sebagainya yang muncul dari bawah sadar yang semula ditekannya. Karena itu, bila banyak hal yang ditekan merupakan suatu pertanda yang kurang baik, sebab pada suatu waktu dapat muncul di permukaan bila keadaan memungkinkan.
Berkaitan dengan hal tersebut, dapat diambil langkah-langkah untuk pencegahannya yaitu sebagai berikut:
1) Menghindari hal-hal yang sekiranya dapat menimbulkan kekecewaan/ frustasi karena hal tersebut dapat menyebabkan sumber terjadinya massa aktif.
2) Menampung pendapat-pendapat yang ada permasalahan agar dapat segera diatasi.
3) Sebagai pemimpin yang baik harus dapat memberikan contoh kepada yang dipimpinnya, sebab pemimpin adalah sebagai tempat identifikasi dari yang dipimpinnya.
4) Sebagai seorang pemimpin sebaiknya bila memberikan janji-janji maka haruslah ditepati, jika tidak dapat menepati janji maka jangan memberikan janji agar tidak menimbulkan frustasi.
Tetapi apabila telah terjadi gerakan massa (massa aktif) maka pimpinan yang dikehendaki adalah pimpinan yang tegas, tidak ragu-ragu dan berani bertindak. Pimpinan yang ragu-ragu akan membuat massa menjadi kacau dan kehilangan arah, karena itu ada pendapat yang menyatakan bahwa barang siapa yang berani muncul di tengah-tengah massa, maka dialah yang akan memegang massa itu.
Proses dinamika gerakan massa dan kondisi psikologis individu dalam Massa
Proses Dinamika Gerakan Massa
1. Pemusatan perhatian
2. Penciptaan suasana kebersamaan
3. Pusat rasa kagum dan perasaan berada pada suatu massa
4. Pemimpin membayar massa kemana aktivitas akan massa akan dituju
E. Individu Dalam Massa
* • Kehilangan kepribadian yang sadar dan rasional, tindakan kasar dan
irasional, menurut secar membabi buta pada pemimpin
* • Melakukan hal-hal yang berlawanan dengan kebiasaan → agresi
Teori frustasi-agresi dari Fuller-Miller, mengemukakan:
* • agresivitas merupakan cerminan dari frustasi yang dirasakan oleh massa
* • kuat lemahnya tergantung besar kecilnya hambatan dalam mencapai
tujuan tersebut
Menurut Sidis, individu dalam massa akan terkena hipnotis bentuk ringan
sehingga pertimbangan kritis hilang
Kondisi Psikologis Individu Dalam Massa
Menurut Gustave Le Bon, massa itu mempunyai sifat-sifat psikologis
tersendiri. Orang yang tergabung dalam suatu massa akan berbuat sesuatu,
yang perbuatan tersebut tidak akan diperbuat bila individu itu tidak tergabung
dalam suatu massa. Sehingga massa itu seakan-akan mempunyai daya melarutkan individu dalam suatu massa, melarutkan individu dalam jiwa massa.
Seperti yang dikemukakan oleh Durkheim bahwa adnaya individual mind dan collective mind, yang berbeda satu dengan yang lain. Menurut Gustave Le Bon dalam massa itu terdapat apa yang dinamakan hukum mental unity atau law mental unity, yaitu bahwa massa adalah kesatuan mind, kesatuan jiwa.
Menurut Allport, sekalipun kurang dapat menyetujui tentang collective mind tetapi dapat memahami tentang pemikiran adanya kesamaan (conformity), tidak hanya dalam hal berpikir dan kepercayaan, tetapi juga dalam hal perasaan (feeling) dan dalam perbuatan yang tampak (overt behaviour).
Lima Tipe Kesalahan Mendasar dalam Psikologi Massa
Reicher & Potter (1985) mengidentifikasi adanya lima tipe kesalahan mendasar dalam psikologi tentang kerumunan (perilaku massa) di masa lalu dan masa kini. Kesalahan-kesalahan itu, meliputi yaitu:
(1) abstraksi tentang episode kerumunan bersumber dari konflik antar-kelompok,
(2) kegagalan untuk menjelaskan proses dinamikanya,
(3) terlalu dibesar-besarkannya anonimitas keanggotaannya,
(4) kegagalan memahami motif anggota kerumunan, dan
(5) selalu menekankan pada aspek negatif dari kerumunan.
Reicher (1987), Reicher & Potter (1985) selama ini melihat adanya dua bentuk bias dalam memandang teori kerumunan (crowds) yaitu bias politik dan bias perspektif. Bias politik terjadi karena teori kerumunan disusun sebagai usaha mempertahankan tatanan sosial dari mob dan tindakan kerumunan selalu dipandang sebagai konflik sosial. Sementara itu bias perspektif terjadi karena para ahli hanya berperan sebagai orang luar (outsider) yang hanya mengamati masalah tersebut. Akibatnya, terjadi kesalahan dalam memandang tindakan kerumunan secara objektif.
Tahap-tahap Munculnya Gerakan Massa
Ada 3 tahap dalam setiap munculnya gerakan massa:
1. Periode inkubasi
Ini merupakan kunci munculnya gerakan massa, menjelaskan tentang inkubasi faktor-faktor penyebab munculnya ketegangan structural. Diawali oleh munculnya perubahan structural masyarakat yang terjadi akibat perkembangan yang mengarah pada struktur yang bertingkat-tingkat dan struktur social yang berbeda-beda.
2. Periode Aksi
Periode ini dianggap sebagai munculnya aksi yang diperlihatkan dalam gerakan spontanitas, yang cenderung anomie. Gerakan massa ketika sudah berubah ke tingkat aksi ini, maka perlu diupayakan adaptasinya atau penyelesaian.
3. Periode Adaptasi
Periode ini merupakan pelaksanaan kontrol sosial (operation of social control), sebagai suatu proses pengadaptasian gerakan yang sudah muncul ke permukaan (adaptation or institutionalization period). Menurut Smelser, ada dua cara dalam periode ini:
a) Dengan cara aksi represif, melalui pendudukan lokasi gerakan dengan tekanan-tekanan.
b) Dengan cara mengidentifikasi nature of movement itself, yaitu upaya memahami gerakan massa dari sifat dasarnya
Penyebab munculnya Gerakan Massa
Menurut Smelser, sebab-sebab yang menimbulkan gerakan massa ada 6, yaitu:
1. Kondusifitas struktural (structural condusivesness)
2. Ketegangan struktural (structural strain)
3. Tersebarnya kepercayaan/keyakinan yang umum (spread of the generalized belief)
4. Faktor-faktor yang mempercepat (precipitating factor)
5. Mobilisasi partisipan untuk bertindak/aksi (mobilization of participants for action)
6. Pelaksanaan kontrol sosial (operation of social control)
Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik).
Organisasi – organisasi media ini akan menyebarluaskan pesan-pesan yang akan mempengaruhi dan menggambarkan kebudayaan suatu masyarakat, lalu informasi ini akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas yang beragam. Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat di masyarakat.
Dalam komunikasi masa, media masa menjadi otoritas tunggal yang menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak.
Ciri-ciri komunikasi massa
1. Menggunakan media masa dengan organisasi (lembaga media) yang jelas.
2. Komunikator memiliki keahlian tertentu
3. Pesan searah dan umum, serta melalui proses produksi dan terencana
4. Khalayak yang dituju heterogen dan anonim
5. Kegiatan media masa teratur dan berkesinambungan
6. Ada pengaruh yang dikehendaki
7. Dalam konteks sosial terjadi saling mempengaruhi antara media dan kondisi masyarakat serta sebaliknya.
8. Hubungan antara komunikator (biasanya media massa) dan komunikan (pemirsanya) tidak bersifat pribadi.
sumber :wikipedia
Kondisi Psikologis Individu dalam Massa
Berikut ini adalah jenis – jenis peranan individu dalam massa :
1. Penggalak : memuji, menyetujui, menerima, menunjukan kehangatan dan kesetiakawanan
2. Wasit : melerai pertikaian antar anggota
3. Kompromis : menawarkan kompromi
4. Pengamat : menyimpan catatan berbagai aspek proses massa
5. Pengikut : mengikuti kegiatan / aktivitas massa ; pasif
6. Penjaga gawang : mambuka saluran komunikasi dengan mendorong partisipasi yang lain
7. Agresor ; merendahkan status yang lain
8. Penghambat : bersikap negatif, selalu menolak dan membantah
9. Pencari muka : sering membual
10. Pengungkap diri : pengungkap perasaan
11. Dominator : menguasai orang lain
12. Help seeker : berusaha menarik simpati
sumber : psikologi massa – Drs. H. Dedi Herdiana
Massa dan Agregat
Pengertian Massa
Massa secara umum berbeda dengan pengertian massa dalam komunikasi. Secara umum massa diartikan sebagai orang yang tidak saling mengenal, berjumlah banyak, anggotanya heterogen, berkumpul di suatu tempat dan tidak individualistis. Massa memiliki kesadaran diri yang rendah, tidak dapat bergerak dengan terorganisir, tidak bertindak untuk dirinya sendiri melainkan terdapat “dalang” di belakangnya yang berfungsi memanipulasi mereka. Ini berbeda pengertiannya bila dikaitkan dengan ilmu komunikasi. Massa dalam komunikasi lebih menekankan pada penerima pesan media massa atau disebut audience.
Yang pasti adalah komunikasi massa bersifat umum dan bebas. Komunikasi massa harus selalu menggunakan peralatan modern untuk menyebarkan pesan, ini adalah salah satu ciri komunikasi massa yang tidak boleh ditinggalkan.
Perbedaan massa dengan agregat adalah banyaknya individu, jumlah individu dalam agregat hanya sebagian dari jumlah massa ( massa lebih banyak ), massa terorganisir sedangkan agregat tidak terorganisir dan tidak saling mengenal satu sama lain, biasanya agregat tidak saling menyadari keberadaan satu sama lain sedangkan massa sebaliknya.
Massa Pasif
Massa pasif yang disebut dengan audience adalah kumpulan orang – orang yang belum melakukan tindakan nyata, misalnya orang-orang berkumpul untuk mendengarkan ceramah, menonton pertunjukan seperti sepakbola, dll.
sumber : klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/
Massa Aktif
1. Massa aktif yang disebut dengan mob, mob adalah kerumunan yang cenderung merusak dan melakukan tindakan kekerasan. Mob terbentuk karena telah adanya tindakan-tindakan nyata, misalnya demonstrasi, perkelahian massal, tawuran dsb
Menurut Mc Laughlin, ada 3 kondisi yang melatarbelakangi, yaitu:
* adanya permasalahan yang cukup serius
* upaya penyelesaian masalah yang tertunda
* adanya keyakinan dalam kelompok massa bahwa masalah tersebut harus diselesaikan
Faktor-faktor yang menyebabkan massa aktif :
* • perasaan tidak puas
→ bertukar pikiran → ide baru → perbuatan yang selalu diulang →jika sudah matang ‘massa’
* • tekanan jiwa masyarakat
→ memuncak dan meledak
sumber : klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/
Massa Kongkrit
massa konkrit adalah massa yang mempunyai ciri-ciri:
1) Adanya ikatan batin, ini dikarenakan adanya persamaan kehendak, persamaan tujuan, persamaan ide, dan sebagainya.
2) Adanya persamaan norma, ini dikarenakan mereka memiliki peraturan sendiri, kebiasaan sendiri dan sebagainya.
3) Mempunyai struktur yang jelas, di dalamnya telah ada pimpinan tertentu. Antara massa absrak dan massa konkrit kadang-kadang memiliki hubungan dalam arti bahwa massa abstrak dapat berkembang atau berubah menjadi konkrit, dan sebaliknya massa konkrit bisa berubah ke massa abstrak. Tetapi ada kalangan massa abstrak bubar tanpa adanya bekas. Apa yang dikemukakan oleh Gustave Le Bon dengan massa dapat disamakan dengan massa abstrak yang dikemukakan oleh Mennicke, massa seperti ini sifatnya temporer, dalam arti bahwa massa itu dalam waktu yang singkat akan bubar.
Massa Abstrak
Massa abstrak adalah sekumpulan orang-orang yang didorong oleh adanya pesamaan minat, persamaan perhatian, persamaan kepentingan, persamaan tujuan, tidak adanya struktur yang jelas, tidak terorganisir.
Massa abstrak adalah kumpulan orang – orang yang sama sekali belum mempunyai ikatan satu kesatuan, norma, tujuan dan motif, tidak adanya struktur yang jelas. Alasan – alasan munculnya massa abstrak tersebut adalah :
a. adanya suatu kejadian yang menarik
b. individu mendapat ancaman dan ia membutuhkan perlindungan
c. kebutuhan tidak dapat terpenuhi
d. adanya kesamaan minat, perhatian dan kepentingan yang sama
Sedangkan massa konkrit adalah massa yang mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
a. adanya ikatan batin, ini dikarenakan adanya persamaan kehendak, persamaan tujuan, persamaan ide, dan sebagainya
b. adanya persamaan norma, ini dikarenakan mereka memiliki peraturan sendiri, kebiasaan sendiri
c. mempunyai struktur yang jelas, di dalamnya telah ada pimpinan tertentu
d. bersifat dinamis dan emosional
Antara masssa abstrak dan massa konkrit kadang-kadang mempunyai hubungan, dalam arti bahwa masa abstrak dapat berkembang atau berubah menjadi massa yang konkrit dan sebaliknya masa konkrit dapat berubah menjadi massa abstrak. Tetapi ada kalanya masa abstrak bubar dalam waktu yang singkat.
Definisi Massa
massa: biasanya berkaitan dengan kondisi psikologis suatu kelompok.
bagian dari psikologi sosial yg mempelajari teori dan konsep2 mengenai kelompok dan kaitannya dengan perilaku untuk menjelaskan permasalahan2 yang berhubungan dgn kelompok dengan menggunakan metode dan teori2 psikologi.
Misalnya membahas alasan kenapa individu bergabung dalam suatu kelompok, apa saja jenis2 kelompok yang ada, bagaimana proses terbentuknya suatu kelompok, dsb.
Organisasi
Pengertian organisasi menurut para tokoh:
Menurut Stoner
Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama.
Menurut James D. Mooney
Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Chester I. Bernard
Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Organisasi
Pengertian organisasi
Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengertian Pengorganisasian.
Seperti telah diuraikan sebelumnya tentang Manajemen, Pengorganisasian adalah merupakan fungsi kedua dalam Manajemen dan pengorganisasian didefinisikan sebagai proses kegiatan penyusunan struktur organisasi sesuai dengan tujuan-tujuan, sumber-sumber, dan lingkungannya. Dengan demikian hasil pengorganisasian adalah struktur organisasi.
Pengertian Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen (unit-unit kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja dan meninjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan (koordinasi). Selain daripada itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan.
Organisasi dibagi menjadi dua:
1. Organisasi Formal
Organisasi formal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang mengikatkan diri dengan suatu tujuan bersama secara sadar serta dengan hubungan kerja yang rasional. Contoh : Perseroan terbatas, Sekolah, Negara, dan lain sebagainya.
2. Organisasi Informal
Organisasi informal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang telibat pada suatu aktifitas serta tujuan bersama yang tidak disadari. Contoh : Arisan ibu-ibu sekampung, belajar bersama anak-anak sd, kemping ke gunung pangrango rame-rame dengan teman, dan lain-lain.
Beberapa manfaat organisasi yaitu:
1. Organisasi sebagai penuntun pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan akan lebih efektif dengan adanya organisasi yang baik.
2. Organisasi dapat mengubah kehidupan masyarakat. Contoh dari manfaat ini ialah, jika organisasi bergerak di bidang kesehatan dapat membentuk masyarakat menjadi dan memiliki pola hidup sehat. Organisasi Kepramukaan, akan menciptakan generasi mudah yang tangguh dan ksatria.
3. Organisasi menawarkan karier. Karier berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan. Jika kita menginginkan karier untuk kemajuan hidup, berorganisasi dapat menjadi solusi.
4. Organisasi sebagai cagar ilmu pengetahuan. Organisasi selalu berkembang seiring dengn munculnya fenomena-fenomena organisasi tertentu. Peran penelitian dan pengembangan sangat dibutuhkan sebagai dokumentasi yang nanti akan mengukir sejarah ilmu pengetahuan.
Sumber:
http://hmti.wordpress.com/2008/02/22/definisi-dan-pengertian-organisasi/
Kelompok Kecil
Kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama dan mempunyai derajat organisasi tertentu di antara mereka. Karakteristik kelompok kecil adalah sebagai berikut::
Pertama, kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan, jumahnya cukup kecil sehingga semua anggota bisa berkomunikasi dengan mudah sebagai pengirim maupun penerima. Yang penting untuk diingat adalah bahwa setiap anggota harus berfungsi sebagai sumber maupun penerima dengan relatif mudah.
Kedua, para anggota kelompok harus dihubungkan satu sama lain dengan beberapa cara. Orang-orang di dalam gedung bioskop bukan merupakan kelompok, karena di antara mereka tidak ada hubungan satu sama lain.
Ketiga, di antara anggota kelompok harus ada beberapa tujuan yang sama. Hal ini tidak berarti bahwa semua anggota harus mempunyai tujuan yang persis sama untuk menjadi anggota kelompok.
Keempat, para anggota kelompok harus dihubungkan oleh beberapa aturan dan struktur yang terorganisasi. Pada strukturnya ketat maka kelompok akan berfungsi menurut prosedur tertentu di mana setiap komentar harus mengikuti aturan yang tertulis.
massa
Jenis kelompok yang satu ini memiliki karakteristik tersendiri, yaitu :
· sifat temporer,
· mempunyai tujuan yang sama,
· tidak berstruktur
Dyad
Dyad
Dyad adalah kelompok yang terdiri dari 2 orang,yang mana didalamnya terdapat aktivitas dimana anggotanya dipasangkan dengan satu sama lain untuk mendiskusikan persoalan-persoalan atau untuk menyelesaikan suatu tugas.
Tujuan Kelompok
TUJUAN
TUJUAN (a goal) merupakan hasil akhir yang ingin dicapai individu ataupun kelompok yang sedang bekerja, atau secara ideal, tujuan merupakan hasil yang diharapkan menurut nilai orang-orang. Tujuan kelompok disusun berdasarkan mayoritas individu yang bekerja untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan terdiri dari tujuan jangka pendek (shortrange goals) yang merupakan batu loncatan untuk tujuan jangka panjang (long-range goals).
Tujuan merupakan pedoman dalam pencapaian program dan aktivitas serta memungkinkan untuk terukurnya efektivitas dan efisiensi kelompok. Komitmen anggota akan tergantung kepada ketertarikannya terhadap kelompok dan tujuan kelompok. Tingkat resiko dalam pencapaian tujuan kelompok harus ditetapkan dan dipantau secara hati-hati; resiko kegagalan yang moderat lebih memotivasi.
Penetapan Tujuan Kelompok
Dua cara penentapan tujuan kelompok:
1. Dalam pertemuan kelompok, pemimpin kelompok menyampaikan pandangannya tentang tujuan kelompok, kemudian setiap anggota menyampaikan tujuan pribadinya (alasan anggota bergabung ke dalam kelompok). Selanjutnya didiskusikan bersama kelompok, dan memutuskan tujuan kelompok.
2. Pemimpin kelompok mewawancarai setiap anggota kelompok -untuk mengetahui tujuan pribadinya dan menyampaikan pandangannya tentang tujuan kelompok, sebelum pertemuan kelompok yang pertama. Hasil wawancara disampaikan dalam pertemuan kelompok dan didiskusikan untuk menetapkan tujuan kelompok.
Sebuah kelompok akan lebih efektif jika :
1. Tujuan jelas
2. Opersional dan terukur.
3. Anggota melihat tujuan kelompok relevan, dapat dicapai, bermakna, dapat diterima.
4. Tujuan pribadi dan kelompok dapat dicapai melalui aktivitas dan tugas yang sama
5. Tujuan dinilai menantang dan memiliki resiko kegagalan yang moderat
6. Sumber yang dibutuhkan unutk pelaksanaan tugas tersedia
7. Terdapat koordinasi yang tinggi diantara anggota
8. Kelompok memiliki suasana yang lebih kooperatif dibandingkan kompetitif
Agar pencapaian tujuan efektif dilakukan:
· Penetapan tujuan jangka panjang (long-range goals)
ditetapkan dengan ‘term´ yang measurable dan aperational.
· Penetapan tujuan jangka pendek (short-range goals) dan menyusun prioritasnya berdasarkan kepentingannya dalam pencapaian tujuan jangka panjang
sumber : http://www.scribd.com/doc/38833655/Tujuan-Pribadi-Dan-Tujuan-Kelompok
Efek Instrumental dari Keanggotaan Kelompok
efek instrumental keanggotaan adalah bagian dari keanggotaan itu sendiri.Maksud dari efek instrumental ialah suatu komunikasi antar anggota dan pengaruh dari kebersamaan suatu kelompok.Orang banyak akan melihat dari sisi ini karena orang memilih kelompok karena dia merasa sendiri dan ingin berkelompok
Rabu, 20 Oktober 2010
Aktivitas Kelompok
Bekerja/belajar bersama adalah pergaulan antar anggota kelompok, Anda :
* Membangun dan memberikan pendapat untuk suatu tujuan yang sehat
* Menambah pengertian Anda tentang suatu masalah:
pertanyaan-pertanyaan, wawasan dan penyelesaian
* Menanggapi, dan bekerja untuk mengerti pertanyaan-pertanyaan yang lain, wawasan, dan penyelesaian.
Setiap anggota kelompok berwenang berbicara kepada yang lain dan menyumbangkan dan mempertimbangkan sumbangan pikiran mereka.
* Bertanggung jawab terhadap yang lain, dan mereka bertanggung jawab terhadap Anda.
* Tergantung satu dengan yang lain, dan mereka tergantung pada Anda.
Bagaimana membentuk suatu kelompok belajar yang baik?
* Kegiatan kelompok dimulai dengan latihan, dan proses pengertian kelompok.
Seorang pengajar/pelatih memulai kegiatan dengan fasilitas diskusi dan alternatif (pilihan) usulan, tetapi tidak menentukan penyelesaian terhadap kelompok, khususnya mereka yang sulit bekerja dengan kelompok.
* Tiga hingga lima orang
Kelompok yang besar menimbulkan kesulitan untuk mempertahankan keterlibatan masing-masing.
* Pengajar- tugas kelompok
Fungsi tugas kelompok lebih baik daripada tugas mandiri
* Keragaman tingkat kemahiran, latar belakang, dan pengalaman
o Setiap individu memperkuat kelompok
o Setiap anggota kelompok bertanggung jawab bukan saja terhadap sumbangan pikirannya, melainkan juga membantu pengertian yang lain tentang sumber kekuatan mereka
o Anggota yang tidak beruntung dan tidak suka terhadap kebersamaan akan menyumbangkan dorongan wewenang yang proaktif.
o Belajar secara positif dipengaruhi oleh keragaman pandangan dan pengalaman, meningkatkan pilihan di dalam pemecahan masalah, memperluas jarak pertimbangan secara rinci.
* Kesepakatan setiap anggota untuk mencapai tujuan dapat ditentukankan dan dimengerti oleh kelompok
o Penilaian pasangan secara rahasia adalah cara terbaik untuk menaksir siapa yang terlibat atau yang tidak menyumbangkan pikiran.
o Kelompok berhak untuk mengeluarkan anggota yang tidak bekerja sama atau tidak berpartisipasi, apabila semua usaha perbaikan gagal.
(Orang yang dikeluarkan kemudian mencari kelompok yang lain yang menerimanya)
o Individu-individu dapat terhindar kalau mereka yakin mereka melakukan lebih banyak dengan sedikit bantuan dari yang lain.
(Orang ini dapat sering lebih mudah menemukan kelompok lain yang menerima sumbangan pikirannya)
* Membagi prinsip-prinsip tanggung jawab, ditentukan dan disetujui oleh setiap anggota kelompok.
* Semua ini termasuk:
1. Adanya kesepakatan, persiapan dan tepat waktu untuk pertemuan
2. Ada diskusi dan pemusatan perdebatan terhadap pokok persoalan, menghindari kritik perorangan
3. Bertanggung jawab membagi tugas dan melaksanakannya tepat waktu.
Anda mungkin perlu melaksanakan tugas-tugas dengan memiliki sedikit pengalaman, merasa tidak siap, atau bahkan berpikir yang lain dapat melakukan yang terbaik. Menerima tantangan, tetapi bersenanglah dengan keadaan bahwa Anda membutuhkan bantuan, latihan, pembimbing, atau berhenti dan mengerjakan tugas yang lain.
Proses:
* Mengacu pada Penuntun (Pedoman) Proyek Kelompok
* Susun tujuan, tetapkan bagaimana sering dan apa yang akan Anda komunikasikan, kemajuan penilaian, membuat keputusan, dan memecahkan konflik (pertikaian)
* Menetapkan sumber, khususnya seseorang yang dapat menyiapkan petunjuk, pengawasan, nasehat, dan bahkan penengah.
* Jadwal tinjauan kemajuan Anda dan komunikasi untuk mendiskusikan apa yang dikerjakan dan apa yang tidak dikerjakan.
* Kelompok-kelompok yang bermasalah seharusnya diundang atau perlu dipertemukan dengan instruktur untuk mendiskusikan kemungkinan penyelesaian.
Ketertarikan Interpersonal
Ada beberapa faktor yang menyebabkan ketertarikan interpersonal:
· Daya tarik
· Kedekatan
Kedekatan disini dalam arti dekat secara fisik atau lingkungan. Festinger (1950) menemukan bahwa persahabatan dalam sebuah kompleks perumahan bergantung ada dua faktor, yaitu: seberapa dekat rumah masing-masing dan kearah mana rumah menghadap. Hal yang membuat kedekatan ini terjadi karena:
Ø Semakin dekat tempat, mungkin bertemu semakin sering.
Ø Informasi tentang orang-orang yang berada di sekeliling anda lebih mudah didapat.
Ø Kemungkinan untuk berinteraksi lebih besar
· Merasa dekat/familiar
Salah satu alasan mengapa kedekatan dapat menciptakan rasa suka karena dapat meningkatkan perasaan familiar.
· Kemiripan
Salah satu alasan kenapa kemiripan dapat menghasilkan rasa suka karena orang lebih menghargai opini dan pilihan mereka sendiri dan senang bersama orang yang mengabsahkan pilihannya. Walaupun demikian, kepribadian yang berlawanan dapat juga menarik jika saling melengkapi, terutama dalam hal dominasi (Markey, 2007), orang yang dominant akan lebih menyukai pasangan yang seringnya mengalah dan sebaliknya.
· Social reward
Seseorang cenderung akan mengulangi tingkah lakunya jika mereka mendapatkan penghargaan atau keuntungan.
sumber : http://psipop.blogspot.com/2009/08/ketertarikan-interpersonal.html
Alasan Seseorang Masuk Ke Dalam Kelompok
Menurut Forsyth :
1. Pemuasan kebutuhan-kebutuhan psikologis (mis: rasa aman, cinta)
2. Meningkatkan ketahanan yang adaptif
3. Kebutuhan akan informasi
Menurut Shaw :
1. Ketertarikan interpersonal
2. Aktivitas kelompok
3. Tujuan Kelompok
4. Keanggotaan kelompok
5. Efek instrumental dari keanggotaan kelompok (kemudahan-kemudahan yang didapat dalam sebuah kelompok)
Menurut Robbins (1998) :
1. Keamanan
2. Status
3. Penghargaan diri
4. Pertalian
5. Kekuasaan
6. Pencapaian tujuan
sumber: http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+definisi+kelompok+psikologi&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbQdcAz7FEAHNfOvLE5PtpJjW6BNZQ
Kelompok Tidak Efektif
Dalam sebuah kelompok yang kurang efektif dapat kita saksikan adanya perilaku anggota yang berorientasi pada dirinya sendiri, yaitu antara lain :
1. Menentang : mengeritik, menyalahkan orang lain, menunjukkan sikap menentang kelompok atau perorangan, dan merendahkan orang lain.
2. Menghalangi, antara lain menghalangi kemajuan kelompok dalam mencapai sasarannya dengan membelok-belokkan pembicaraan ke arah lain, mengutarakan pendapat pribadi yang tidak ada hubungannya dengan topik yang sedang dibicarakan, bicara terlalu banyak yang menimbulkan kesan ingin mendapat pujian.
3. Mendominasi, antara lain memborong pembicaraan dalam kelompok dengan menekankan pendapatnya sendiri, tidak menghargai pendapat orang lain dalam kelompok, tidak memperhatikan perasaan orang lain, sehingga terkesan ingin menonjolkan diri serta menjadikan kelompok sebagai alat untuk menguji pendapatnya saja.
4. Menyaingi, antara lain selalu berusaha mengajukan pendapat lebih dulu dari orang lain, bersaing untuk mengemukakan ide atau pendapat yang paling bagus, mencari muka pada pimpinan.
5. Mencari simpati, antara lain mencoba mempengaruhi anggota lain agar menjadi tertarik pada suatu persoalan tertentu atau tertarik pada kegagalan kelompok, menciptakan situasi untuk mendapatkan dukungan dari anggota lain.
6. Menyokong pendapat tertentu, antara lain mengajukan atau mendukung pendapat tertentu yang berkaitan dengan kepentingan atau falsafah hidupnya.
7. Mengganggu proses, antara lain sering melucu, menampilkan mimik tertentu serta menginterupsi pembicaraan dan pekerjaan kelompok dengan pemikiran yang kurang relevan.
8. Mencari nama, yaitu coba untuk mengarahkan semua perhatian anggota kelompok padanya, antara lain dengan bicara keras, mengemukakan pendapat yang ekstrem dan berperilaku aneh-aneh.
9. Berbuat acuh tak acuh, antara lain : berperilaku pasif, bersikap masa bodoh, tak peduli terhadap situasi kelompok, melamun, berbisik-bisik dengan orang lain, lari dari topik pembicaraan yang sedang dibahas. (Sumber : Pusdiklat Depnaker, 1989)
Adanya perilaku yang berorientasi pada diri sendiri ini tidak selamanya jelek, kadang-kadang ada yang bermanfaat, antara lain :
1. untuk menguji agar keputusan kelompok betul-betul melalui suatu proses yang kompleks;
2. dalam proses dinamika kelompok, perilaku yang berorientasi pada diri sendiri ini justru menjadi bahan pembelajaran yang baik bagi anggota kelompok. Tentu saja proses ini harus didahului dengan terciptanya iklim keterbukaan dalam kelompok.
sumber : http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:clyDscUefMEJ:kartino.blog.ugm.ac.id/2009/07/16/me/+kelompok+yang+tidak+efektif&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a
Kelompok Efektif
Kelompok Efektif
Dalam sebuah kelompok yang efektif dapat kita saksikan adanya dua kategori perilaku anggota kelompok, yaitu :
1. perilaku yang berorientasi pada tugas;
2. perilaku yang berorientasi pada pemeliharaan hubungan anggota kelompok
Perilaku yang berorientasi pada tugas, selalu berupaya mengingatkan dan mengajak anggota kelompok untuk mewujudkan pencapaian tujuan organisasi. Kenyataan ini dapat dilihat dari aktivitas anggota kelompok dalam melakukan kerja kelompok, antara lain :
1. Mengambil inisiatif, antara lain mengajukan pendapat baru, merumuskan dan memberi pengertian baru terhadap masalah, sehingga menjadi lebih jelas, menunjukkan kelemahan masalah, mengusulkan pemecahan masalah.
2. Mencari informasi, antara lain meminta penjelasan terhadap saran yang diajukan, meminta tambahan informasi atau fakta/data.
3. Mengumpulkan pendapat, antara lain menanyakan ekspresi perasaan anggota, usul atau ide para anggotanya terhadap suatu masalah.
4. Memberi informasi, antara lain menyajikan fakta dan memberikan kesimpulan dengan ilustrasi pengalamannya sehubungan dengan masalah yang dihadapi kelompok.
5. Mencari pendapat, antara lain menanyakan pendapat atau keyakinan anggota tentang suatu saran, terutama yang terkait dnegan nilai-nilai, bukan fakta.
6. Mengolah informasi, yaitu menjelaskan, memberi contoh, menafsirkan dan menggambarkan akibat yang bisa terjadi apabila saran dilaksanakan.
7. Mengkoordinasikan, antara lain menyatukan berbagai pendapat atau saran, mengintegrasikan aktivitas anggota-anggota atau sub-subkelompok.
8. Menyimpulkan, antara lain menyimpulkan pendapat atau saran yang saling berhubungan, dan mengulang saran tersebut setelah kelompok selesai mendiskusikannya.
Perilaku yang berorientasi pada pemeliharaan kelompok, selalu berupaya mengingatkan dan mengajak anggota kelompok untuk mempertahankan keutuhan kelompok.
Kenyataan ini dapat dilihat dari aktivitas anggota kelompok dalam melaksanakan kerja kelompok, antara lain :
1. Mendorong pemeliharaan hubungan, seperti mudah berteman, ramah, cepat tanggap, menghargai, menyetujui dan menerima pendapat orang lain.
2. Mendorong keterlibatan anggota, dengan berusaha agar semua anggota terlibat dalam pembicaraan, misalnya menyatakan : Bapak/Ibu A belum kita dengar pendapatnya, atau meminta setiap anggota membatasi pembicaraannya, agar semua anggota mendapat kesempatan untuk mengemukakan pikirannya.
3. Membuat norma kerja, yaitu mengusulkan adanya kesepakatan tentang norma kerja kelompok untuk kelancaran dan ketertiban pertemuan/diskusi, menilai dan mengambil keputusan serta untuk memperingatkan kelompok bila norma tersebut dilanggar.
4. Mengikuti kesepakatan, yaitu menyatakan menerima pendapat si A, sependapat dengan keputusan kelompok, dan menjadi seorang pendengar yang baik selama proses diskusi berlangsung.
5. Mengekspresikan pendapat kelompok, yaitu berusaha menyimpulkan perasaan kelompok dan menguraikan reaksi kelompok terhadap suatu pendapat atau keputusan.
Sumber : http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:clyDscUefMEJ:kartino.blog.ugm.ac.id/2009/07/16/me/+kelompok+yang+tidak+efektif&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a
Karakteristik Umum Kelompok
. Terdiri dari dua orang atau lebih dalam interaksi sosial baik secara verbal maupun non verbal.
2. Anggota kelompok harus mempunyai pengaruh satu sama lain supaya dapat diakui menjadi anggota suatu kelompok
3. Mempunyai struktur hubungan yang stabil sehingga dapat menjaga anggota kelompok secara bersama dan berfungsi sebagai suatu unit.
4. Anggota kelompok adalah orang yang mempunyai tujuan atau minat yang sama.
5. Individu yang tergabung dalam kelompok, saling mengenal satu sama lain serta dapat membedakan orang-orang yang bukan anggota kelompoknya.
Perbandingan Teori-teori
PERBANDINGAN TEORI BELAJAR BEHAVIOR, KOGNITIF, HUMANISTIK, DAN SIBERNETIK
KONSEP
BEHAVIOR
KOGNITIF
HUMANISTIK
SIBERNETIK
PENGER-TIAN
Belajar: perubahan perilaku, bila mampu menunjukkan perubahan perilaku;
Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman (yang tidak selalu berupa perubahan perilaku)
Tujuan ”memanusiakan manusia”, lambat laun dapat mengaktualisa-sikan dirinya, eklektif.
Berkembang sejalan dengan ilmu informasi. Belajar adalah pengo-lahan informasi.
PEMBE-LAJARAN
Stimulus dan respon, apa yang terjadi pada diri indi-vidu tidak diperhatikan faktor lain penguatan atau “reinforcement” (positif dan negatif); Pelopor : Pavlov, Thorndike, Skinner, Guthrie, Hull, Watson.
Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan penge-tahuan didalam dirinya, dan tertata dalam bentuk “struktur kognitif”, pembelajaran akan berhasil bila materi baru bersinambung dengan stuktur kognitif yang sudah ada. Ada tiga teori (1) Perkembangan Piaget, (2) Kognitif Bruner, dan (3) Bermakna Ausubel
Terwujud teori Bloom dan Krathwohl (taksonomi: kognitif, afektif, dan psikomotor) ; Kolb dengan “belajar 4 tahap: konkrit, aktif reflektif, konseptualisasi, dan eksperimentasi aktif); Honey dan Mumford (dengan 4 Tipe Mhs: aktifis, reflektor, teoris, dan prag-matis); Habermas (dengan 3 Tipe Belajar: Teknis, Praktis, dan Emansipatoris)
Pembelajaran berlang-sung sejalan dengan “Sistem informasi”. Tidak ada satu pun cara belajar ideal untuk segala situasi. Landa (pendekatan “algorit-mik”,dan “heuristik); Pask dan Scott (tipe mhs : “wholist”, dan “serialist”).
KRITIK
Kurang mampu menjelas-kan proses belajar yang kompleks; hasil belajar tidak hanya bisa obervable terlalu menyederhanakan masalah belajar yang se-sungguhnya, tidak semua hasil belajar bisa diamati.
Lebih dekat kepada Psikologi daripada teori belajar, aplikasi dalam pembelajaran tidak mu-dah. Kurang bisa memahami struktur kognitif mhs, apalagi kalau dipilah menjadi bagian yang diskrit. Pada tahap lanjut (advanced) sulit memahami dan mengidentifikasi pengetahuan dan pengalaman mhs yang sudah ada dan dimiliki.
Sukar diterapkan dalam konteks yang lebih praktis. Terlau dekat dengan dunia filasafat.
Karena lebih menekan-kan kepada sistem in-formasi yang akan di-pelajari, kurang terha-dap proses pembela-jaran berlangsung. Sulit untuk dipraktekkan
KONSEP
BEHAVIOR
KOGNITIF (Piaget)
HUMANISTIK
SIBERNETIK
APLIKASI
1. Menentukan tujuan
2. Materei pelajaran
3. Mengkaji sistem informasi (materi)
4. Menyusun sesuai de-ngan sist. Informasi
5. Menyajikan materi dan membimbing mhs dengan pola sesuai materi pela-jaran
6. Menentukan tujuan
7. Menentukan materi pelajaran
8. Menentukan topik-topik yang mungkin dipelajari secara aktif (dengan bimbingan minimum dari dosen)
9. Menentukan dan merancangkegiatan belajar yang cocok untuk topik-topik yang kaan dipelajari mahasiswa.
10. Mempersipakan pertanyaan yang dapat memacu kreatifitas mahasiswa untuk berdiskusi atau bertanya.
11. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
12. Menentukan tujuan instr.
13. Menentukan materi pelajaran
14. Mengidentifkasi “entry behavior” mahasiswa
15. Mengidentifikasi topik-topik
16. Mendesain wahana yang akan digunakan untuk belajar
17. Membimbing mahasiswa belajar secara aktif
18. Membimbing mahasiswa memahami hakekat makna dan pengalaman belajar
19. Membimbing mahasiswa membuat konseptualisasi pengalaman tersebut
20. Membimbing mahasiswa sampai mampu mengaplikasi-kan konsep-konsep baru ke situasi baru.
10. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
sumber : http://eko13.wordpress.com/2010/02/16/perbandingan-teori-belajar/
Studi Simulasi Komputer
Simulasi adalah program (software) komputer yang berfungsi untuk menirukan perilaku
sistem nyata (realitas) tertentu. Tujuan simulasi antara lain untuk pelatihan (training),
studi perilaku sistem (behaviour) dan hiburan / permainan (game).
Beberapa contoh simulasi komputer, antara lain : simulasi terbang (flight simulation),
simulasi sistem ekonomi makro, simulasi sistem perbankan, simulasi antrian layanan bank
(service queue), simulasi game strategi pemasaran (market game), simulasi perang (war
game simulation), simulasi mobil (car simulation), simulasi tenaga listrik (power plan sim-
ulation), simulasi tata kota (sim city).
Simulasi waktu nyata (real time) merupakan bagian dari ilmu informatika (teknologi
informasi) yang sedang berkembang sangat pesat saat ini.
Proses tahapan dalam mengembangkan simulasi komputer adalah sebagai berikut :
a. Memahami sistem yang akan disimulasikan
b. Mengembangkan model matematika dari sistem
c. Mengembangkan model matematika untuk simulasi
d. Membuat program (software) komputer
e. Menguji, memverifikasi dan memvalidasi keluaran simulasi
f. Mengeksekusi program simulasi untuk tujuan tertentu.
sumber : http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:hh5CCQQCXTAJ:www.stmik-im.ac.id/userfiles/it_sim05.pdf+studi+simulasi+komputer&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjR6c5pL7Brx9UufcX4BX7ywsQ8v8yPSgz0gjuHZovwGxzEY0YRSV-eqhtUN7jYcdwfbmIFbp8Ld6HOs9-sWzRyrZE4sacFAf3Ur6HWy9WF2MdRl6SqS-uDCzVfKhJUaVwqEOdH&sig=AHIEtbTXpxz6a2LX-eTAiZt1fmsgHDtBfA
Experiment Laboratorium (experiment labolatorium).
Experiment Laboratorium (experiment labolatorium).
Sebelum kita masuk ke “apa itu” Experiment laboratorium, maka ada baiknya kita berkenalan dulu dengan “apa itu” ekperiment atau metode experiment. Penelitian experiment semula diperkenalkan oleh Wilhelm.M.Wundt, berasal dari ilmu alam dan cabang ilmu yang pertama memakai metode ini adalah Psikologi. Dan dari metode eksperiment inilah kita perluasannya,yaitu:
* Kuantifiasi
* Aplikasi praktis, dll
Nah dalam metode experiment ada yang dinamakan kelompok eksperiment dan kelompok control. Kelompok eksperiment adalah kelompok yang diberi stimulus, sedangkan yang control tidak diberi stimulus apapun.
Urutan metode eksperiment menurut kesimpulan saya:
* Penguji mengadakan test pemula ( awal ) sebelum subjek dimasukan ke 2 kelompok ( eksperiment atau control ).
* Subjek masuk ke salah satu kelompok ( eksperiment atau control )
* Penguji mengadakan test ulang, guna mengetahui ada tidaknya pengaruh dari percobaan.
Sepanjang keterangan saya, saya belum menjelaskan soal “apa itu” experiment laboratorium bukan?? Nah sekarang saya akan memaparkannya. Dari kata “laboratorium” kita bisa membayangkan suatu ruangan dengan subjek dan penguji didalamnya. Yak!! Salah satu dari pengertiannya memang berhubungan dengan itu. Pengertian formalnya adalah: Penelitian laboratorium dilakuakan diruangan tertutup, yang dimana kelompok yang diberi stimulus ( eksperiment ) dihindari dari gangguan-gangguan yang mungkin terjadi sehingga subjek bisa focus. Kelebihan dari penelitian ini adalah fokusnya hubungan sebab akibat sehingga lebih sah dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan kelemahannya adalah karena dilakukan di laboratorium, belum tentu penelitian ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
sumber: # http://id.wikipedia.org
# http://robert.web.id
Penelitian Lapangan ( field study )
Penelitian Lapangan ( field study )
Sebenarnya Field study atau penelitian lapangan merupakan anak cabang dari metode eksperiment. Tidak banyak yang bisa dijelaskan karena keterbatasan informasi yang saya miliki. Mudahnya field study merupakan kebalikan dari laboratorium eksperiment. Di mana perbedaannya? Sudah jelaskan bahwa lapangan bersifat terbuka dan laboratorium bersifat tertutup seperti yang telah kita ketahui bersama. Nah di dalam penelitian lapangan, kelompok eksperiment masih dapat berhubungan dengan factor-faktor lain, termasuk didalamnya factor gangguan.
Kelebihannya adalah kebalikan dari kekurangan di laboratorium eksperiment, yaitu penelitian ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kekurangannya merupakan kebalikan dari kelebihan di laboratorium eksperiment, yaitu tidak fokusnya kepastian hubungan sebab akibat karena sulit mengatur factor gangguan didalamnya.
Sebagai info tambahan. Apakah kalian tahu perbedaan anatara field study dengan case study?? Karena pada awalnya saya piker mereka memiliki persamaan pengertian. Namun lebih lanjut mereka berbeda, maksudnya dari artinya saja sudah berbeda: Field Study ( Penelitian Lapangan ) dan Case study ( Penelitian kasus ). Tapi ternyata perbedaan lain yang salah satunya saya mengerti adalah: Bahwa penelitian eksperiment atau field study ( dalam hal ini ) satu variable peneliti mengarahkan perhatiannya hanya pada satu jenis tingkah laku dalam jumlah yang terbatas, sedangkan studi kasus merupakan penggambaran subjek penelitian dalam keseluruhan tingkah laku.
sumber : http://angelarhesymaharani.blogspot.com/2010/10/2-pendekatan-empiris.html
Pendekatan Empiris terhadap study tentang kelompok
Pendekatan Empiris
Empiris dalam ilmu filsafat menekankan pada pengalaman sebagai sumber dari ilmu pengetahuan. Dan jika kita tela-ah menurut asal bahasanya, maka empiris berasal dari bahasa Yunani, yaitu empiria yang artinya coba-coba,pengalaman atau pengamatan. Disini saya coba menyimpulkan pandangan empiris dari 2 pengertian ini, yaitu suatu cara menemukan pengetahuan dengan cara mengamati dan coba-coba. Dari sini kita sudah bisa membedakan antara pendekatan ini dengan pendekatan teoritis.
Sama halnya seperti pendekatan teoritis. Pendekatan empiris juga memiliki beberapa sub bab.yaitu field study,eksperimen laboraturium dan study stimulasi komputer.
Jumat, 15 Oktober 2010
Teori Produktivitas Kelompok
Produktivitas kelompok yaitu afeksi dan keakraban anatar anggota kelompok.
Teori Prestasi Kelompok (Theory of Group Achievement)
Teori Prestasi kelompok dikemukakan oleh Stogdill pada tahun 1959. Stogdill menganggap bahwa teori-teori tentang kelompok pada umumnya didasarkan pada konsep tentang interaksi yang memiliki kelemahan teoritis tertentu. Maka dari itu, Stogdill mengajukan teori prestasi kelompok. Teori yang dikemukakan oleh Stogdill ini, menyertakan:
~masukan (input)
~variabel media
~prestasi (output)
a.Masukan dari anggota Masukan dari anggota merupakan sumber input.
Menurut Stogdill, kelompok adalah suatu sistem interaksi yang terbuka. Struktur dan kelangsungan sistem sangat bergantung pada tindakan-tindakan anggota dan hubungan antara anggota. Ada tiga elemen penting yang termasuk dalam masukan anggota, yaitu : interaksi sosial (menyatakan suatu hubungan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, interaksi ini terdiri atas aksi dan reaksi antara anggota-anggota kelompok yang berinteraksi); hasil perbuatan (bagian dari suatu interaksi yang dapat diaplikasikan dalam bentuk kerja sama, berencana, menilai, berkomunikasi, membuat kepetusan); dan harapan (kesediaan untuk mendapatkan suatu penguat, fungsi dari harapan ini adalah sebagai dorongan (drive), perkiraan tentang menyenangkan atau tidaknya dasil, dan perkiraan tentang kemungkinan hasil itu akan benar-benar terjadi).
b. Variabel media
Variabel media menjelaskan mengenai beroperasi dan berfungsinya suatu kelompok. Elemen-elemen yang ada di dalamnya, yaitu : struktur formal (struktur formal mencakup fungsi dan status dimana kelompok terdiri atas individu-individu yang masing-masingmembawa harapan dan perbuatannya sendiri) dan struktur peran (struktur peran mencakup tanggung jawab dan otoritas dimana individu yang menduduki posisi tertentu hampir tidak berpengaruh pada status dan fungsi posisi tersebut).
c. Prestasi kelompok
Prestasi kelompok merupakan output atau tujuan dari kelompok. Ada tiga unsur yang menentukan prestasi kelompok, yaitu : produktivitas (derajat perubahan harapan tentang nilai-nilai yang dihasilkan oleh perilaku kelompok), moral (derajat kebebasan dari hambatan-hambatan dalam kerja kelompok menuju tujuannya), dan kesatuan (tingkat kemampuan kelompok untuk mempertahankan struktur dan mekanisme operasinya dalam kondisi yang penuh tekanan (stress).
sumber:
sumber : Sumber : http://foryourpsycho.blogspot.com/2010/10/teori-produktivitas-kelompok-dalam.html
Teori Sintalitas dalam Kelompok
Teori Sintalitas
Teori ini dikembangkan oleh Cattel, seorang yang lahir di Hilltop, Bromwich Barat, atau mudahnya di England ( Inggris ) pada tanggal 20 maret 1905. Cattel berpendapat bahwa untuk membuat perkiraan ilmiah membutuhkan dan harus dapat diukur dan diklasifikasikan.
Maka dari dasar pemikiran itulah dia menjelaskan tentang kelompok yang seharusnya memiliki kepribadian yang dapat dipelajari. Hal ini jelas mematahkan penjelasan bahwa kelompok bersifat dinamis atau terus berubah. Dapat saya simpulkan bahwa jika kelompok dapat dipelajarinya kepribadiannya, maka ada sebuah perilaku didalamnya yang dapat membentuk kepribadian, dan jika ad perilaku dalam kelompok, maka ada yang membuat perilaku tersebut ( dalam hal ini adalah anggota kelompok ). Dan jika perilaku dan struktur yang khas itu dapat dipelajari dan dijadikan suatu hal yang harus ada dalam kelompok, maka tak akan ada pengaruh pada pergantian anggota didalamnya.
Cattel menjelaskan, bahwa setidaknya ada suatu panel / atau tuas didalam setiap kelompok yang saling bergantung satu sama yang lainnya, yaitu:
* Sifat sintalitas, yaitu pengaruh suatu kelompok terhadap kelompok lain.
* Sifat Struktur kelompok, yaitu afeksi dan keakraban anatar anggota kelompok.
* Sifat populasi, yaitu sifat rata-rata dari tiap individu di kelompok.
Dan sebagai tambahan, Cattel juga memaparkan tentang aspek penting dalam kelompok, yaitu eksistensi kelompok yang tergantung pada kebutuhan anggotanya. Hal ini sudah sangat jelas, bahwa tidak akan ada kelompok jika tidak ada anggota dan tujuan yang sama didalam nya ( pengertian kelompok secara umum )
Sumber referensi:
* http://ayurai.blog.friendster.com
* http://prari007luck.wordpress.com/
Langganan:
Postingan (Atom)